طبيب الطب النبوي Dokter Pengobatan Nabawi

Islam, Hukum, Sholat, Tatacara

Onani, kebiasaan yang tersembunyi

with 6 comments


Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahumullah

Tanya : “Apa hukum melakukan kebiasaan tersembunyi (onani) ?”

Jawab : “Melakukan kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya adalah HARAM berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penelitian yang benar.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan :

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٥﴾ إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ﴿٦﴾ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ﴿٧﴾

(yang artinya) : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6] kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. [7] Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. [QS Al Mu’minuun: 5 – 7]

Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia telah “mencari yang di balik itu”, dan berarti ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas.

Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya” [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.

Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter. Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada sistem reproduksi, kepada fikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.

[As ilah muhimmah ajaba ‘alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9, disalin dari buku Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram]

Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=395

6 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. […] Onani yang dilakukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh lainnya dari istri atau budak wanita yang […]

  2. Bismillah.
    ‘Afwan Dok, apakah mani bisa keluar hanya karena mengkhayalkan jima’ / hal-hal merangsang lainnya?
    Jika bisa, apa itu juga disebut onani?
    Jazakumullahu khairan.

    Hamba Allah

    May 6, 2011 at 03:37

  3. jika niat kita ingin menghindari dari perbuatan maksiat yang sesungguhnya dan tetap berkeinginan ingin menikah sehingga niat kita tetap menikah kalau sudah menikah kan tidak apa2, benar bukan?
    pendapat saya agar mereka tidak cenderung kepada onani yang ditakutkan onani dijadikan ajang untuk tidak menikahi perempuan biar kaya dulu atau yang biasanya orang menunggu tanggal main?bagaimana pendapatku bukannya segaja sesuatu itu tergantung dari niatnya! saya sudah lakukan untuk berpuasa senin dan kamis eh tetap saja punya keinginan untuk menikah pada hal si pasangan belum siap! bagaimana pendapat anda akan hal ini!
    1. haram hukumnya apabila menjadi keinginan untuk tidak menikah melakukan onani kan bisa!
    2. makruh hukumnya apabila orang tersebut dapat meninggalkannya sehingga mendapat pahala disisi Allah SWT!
    3. mubah apabila orang tersebut tidak tahu atau terpaksa karena gejolak keinginannya besar sehingga dengan melakukannya itu semua tidak didasari dalam hal “nanti aku tidak akan menikah”
    4. jika sunnah tidak mungkin karena rosulallah menyarankan untuk berpuasa raga dan bathin.
    5. terserah Allah SWT, karena Allah SWT yang maha tau dan Allah maha pengampun dan penerima taubat.

    @ Ketahuilah, bahwa syarat diterimanya suatu amalan ada 2 :
    1. Niat ikhlas hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala
    2. Mutababa’ah, yaitu caranya harus sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam.

    Kedua syarat diatas mutlak dan tidak bisa dipisahkan. Contohnya : Seseorang yang berniat baik ingin bersedekah kan baik, tapi kalo caranya dengan mencuri maka niatan tadi menjadi tidak berguna. Begitu juga seseorang yang beribadah sholat kan juga baik tapi kalo niatnya untuk di puji (riya’) maka juga sia-sia belaka.
    selengkapnya baca disini : Yang Penting Niat! Cukupkah itu?

    Usep Dwi Andrianto

    September 16, 2009 at 14:01

  4. salam kenal yah

    andrhey

    January 6, 2009 at 21:39


Bagaimana menurut Anda?