طبيب الطب النبوي Dokter Pengobatan Nabawi

Islam, Hukum, Sholat, Tatacara

Tanya Jawab Seputar Tarawih : 11 atau 23 Rokaat?

with 5 comments


Tanya Jawab Seputar Tarawih : 11 atau 23 Rokaat?

Waktu, tempat, dan raka’at sholat tarawih sesuai sunnah

Soal 29:

Di tempat kami sangat banyak sekali masjid, sebagiannya melaksanakan shalat dengan 8 rakaat dan sebagiannya 20 rakaat, sebagiannya lagi memanjangkan shalatnya dan sebagian lagi memendekkan. Maka masjid manakah yang benar yang sesuai dengan perbuatan Nabi ?

Jawab :

Jika kalian mampu maka hendaknya kalian melaksanakan shalat di masjid pada pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir dengan sebelas raka’at atau tiga belas raka’at sebagaimana dalam hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah tidak menambah raka’at pada bulan Ramadhan atau selainnya dari sebelas raka’at.

Dan telah datang pula riwayat yang mengatakan tiga belas raka’at. Dan saya nasehatkan untuk mengakhirkan shalat tarawih pada pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir. Karena sesungguhnya Nabi bersabda, “Barangsiapa yang takut akan tertidur pada akhir malam maka hendaknya dia witir pada awalnya, dan barangsiapa yang menginginkan untuk bangun di akhir malam maka hendaknya witir pada akhirnya karena sesungguhnya shalat pada akhir malam adalah disaksikan.” (HR.Muslim)

Dan ketika Umar keluar, beliau mendapati Ubay bin Ka’ab sedang melaksanakan shalat bersama mereka (orang-orang). Kemudian ia berkata, “Alangkah nikmatnya satu hal yang baru ini dan orang-orang yang tertidur darinya juga tidak mengapa.”

Maka apabila mereka mampu untuk pergi ke masjid kemudian menegakkan sunnah di sana (di dalamnya) dan melaksanakan shalat pada pertengahan malam atau setelahnya dengan sebelas raka’at dan mereka memanjangkannya sesuai dengan kemampuannya. Karena sesungguhnya shalat malam adalah nafilah dan bukan termasuk ke dalam shalat yang fardhu. Maka Nabi bersabda,

“Sesungguhnya aku akan masuk (atau baru mulai) dalam shalat maka aku menginginkan untuk memanjangkannya akan tetapi aku tidak meneruskannya karena/ ketika aku mendengar suara tangisan seorang bayi karena kasihan pada ibunya.” Dan Nabi mengatakan kepada Muadz bin Jabal , “Apakah engkau telah membuat fitnah, wahai Muadz?” Yaitu disebabkan karena beliau memanjangkannya di dalam shalat. Dan Rasulullah mengatakan juga,

“Apabila salah seorang di antara kalian shalat sendiri, maka hendaknya memanjangkan sekehendaknya dan apabila ia shalat bersama orang-orang atau bersama manusia maka hendaklah ia meringankannya karena di antara mereka ada yang lemah, ada yang sakit dan ada yang memiliki kebutuhan.”

Maka ini semua adalah di dalam shalat yang fardhu, adapun di dalam shalat nafilah maka tidak wajib, bahkan seseorang boleh melaksanakan shalat sekehendaknya dan boleh bagi dia untuk beristirahat dari satu raka’at menuju kepada rakaat yang lainnya atau dia pergi dulu ke rumahnya. Dan jika dia mampu untuk melaksanakan shalat di rumahnya, maka ini juga afdhal. Karena Nabi bersabda ketika beliau shalat bersama manusia atau orang-orang dua malam atau tiga malam di bulan Ramadhan, beliau mengatakan,

“Shalat yang paling afdhal bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib atau fardhu.”

Bahwa yang paling afdhal shalat bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib. Walaupun sebagian orang mengatakan bahwa engkau telah menepati sunnah yang muakkadah dikarenakan menyelisihi syi’ah, karena sesungguhnya mereka melihat bahwa shalat tarawih itu adalah bid’ah. Maka kita tidak menyepakati mereka akan tetapi kita menginginkan untuk menyepakati atau sesuai dengan hadits Rasulullah dan apabila ditakutkan tertidur ataupun disibukkan di dalam rumahnya dari anak-anaknya atau yang lainnya maka kami nasehatkan untuk keluar menuju ke masjid.

Sholat di belakang imam tarawih 20 raka’at

Soal ke-30 :

Apabila aku shalat di masjid kemudian imam di dalamnya shalat dengan dua puluh rakaat maka apakah aku ikut menyempurnakan bersamanya dalam rangka mengikuti imam ataukah aku shalat delapan raka’at lalu aku witir sendirian kemudian keluar ?

Jawab :

Saya nasehatkan hendaknya engkau shalat delapan raka’at saja dan kemudian engkau shalat witir sendirian. Maka sesungguhnya mengikuti sunnah Rasulullah adalah lebih utama, karena Nabi

mengatakan,

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan sholat.”

Bolehkah sholat tarawih di rumah

Soal ke-31:

Apakah dibolehkan bagi seseorang untuk melaksanakan shalat bersama keluarganya di rumah, yaitu shalat tarawih ?

Jawab :

Tidak mengapa akan hal itu dan hal itu adalah afdhal sebagaimana yang telah lewat.

Wanita keluar sholat tarawih dengan wangi-wangian

Soal ke-32 :

Apa hukumnya keluarnya seorang wanita dalam keadaan berdandan dan memakai wangi-wangian untuk melaksanakan shalat tarawih berdasarkan keyakinan bahwa ini adalah sebagai realisasi dari firman Allah Ta’ala:

“Ambillah (pakailah) perhiasan-perhiasanmu pada setiap masjid”

Jawab :

Nabi memberikan rukhshah kepada para wanita untuk keluar menuju ke masjid pada shalat Isya’ dengan syarat mereka keluar dengan memakai (atau menutupi) pakaiannya (dengan syarat mereka keluar tertutup) yaitu dengan memakai pakaian yang tidak kelihatan pandangan dan tidak pula memakai wangi-wangian. Dan Abu Hurairah berkata bahwasanya Nabi bersabda,

“Perempuan mana saja yang keluar dalam keadaan memakai wangi-wangian dengan tujuan supaya orang-orang mendapatkan baunya, maka ia telah berzina.”

Mematikan lampu pada waktu shalat supaya menambah kekhusyu’an

Soal ke-33 :

Mematikan lampu pada waktu shalat supaya menambah kekhusyuan sebagaimana yang terjadi pada diri kami dalam bulan Ramadhan. Maka apa pendapatmu tentang hal ini dan apakah hal ini sampai kepada perkara yang bid’ah ?

Jawab :

Tidak, hal ini tidak sampai kepada batasan bid’ah dan bukan pula merupakan suatu yang sunnah. Maka apabila seseorang merasa menambah kekhusyu’an apabila ia memejamkan kedua matanya dan memati-kan lampu, bahkan akan menjadikannya lebih jauh dari sifat riya’ maka hal ini tidak mengapa. Walaupun memang bahwasanya manusia berbeda dalam hal ini, maka tidak sepatutnya untuk mewajibkan atau menarik/ menekan seseorang kepada pendapat-nya dan mematikan lampu. Sebagian orang tidak menyukai akan hal itu.

Tahlil, takbir, tahmid setelah bacaan surat Adh-Dhuha imam tarawih

Soal ke-37 :

Apakah hukumya orang yang shalat tarawih pada bulan Ramadhan kemudian ketika ia membaca surat Adh-Dhuha ia memerintahkan kepada makmum yang ada di belakangnya untuk mengangkat suara-suaranya atau untuk mengucapkan kalimat â€کlaa ilaha illallahu wallahu akbar wa lillahilhamd’. Dan ia mengira bahwasanya itu adalah perkara sunnah karena Rasulullah ketika tidak datang kepadanya wahyu kemudian turun wahyu kepadanya maka ia bertakbir dan memerintahkan para sahabatnya untuk bertakbir. Dan apakah akan diterima shalat dengan memberikan tambahan di dalamnya dari jenisnya ?

Jawab :

Adapun ucapan ‘laa ilaha illallahu wallahu akbar’ sesudah membaca surat Adh-Dhuha, maka terdapat satu hadits yang dhaif yang telah disebutkan oleh Al-Hafiz Adz-Dzahaby di dalam kitab â€کThabaqatul Qura Al-Kibar’ dan ia mengatakan di dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Ibnu Abi Barzah. Dan ia bukan yang dimaksud adalah Qasim bin Abi Barzah, karena Qasim bin Abi Barzah adalah tsiqah. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah Ahmad bin Muhammad. Maka tidak terdapat hadits dari Nabi tentang perintah untuk hal itu atau untuk mengatakan hal itu akan tetapi justru ucapan itu adalah dikategorikan sebagai bid’ah.

Adapun membuat tambahan-tambahan di dalam shalat dengan sesuatu hal yang termasuk dari jenisnya maka tidak boleh, karena kita sesungguhya bukanlah orang yang membuat keributan di dalam agama Allah. Dan telah terdapat di dalam Shahih dari Nabi , bahwa beliau berkata kepada Malik bin Huwairits dan sahabat-sahabatnya,

“Shalatlah kalian seperti halnya kalian melihat aku melaksanakan shalat.”

Kecuali jika tambahan itu dalam hal doa-doa qunut atau sujud atau tasyahud sebagaimana yang telah kami terangkan di dalam kitab â€کRiyadhul Jannah fii Raddi ala A’daai As-Sunnah’.

Sumber  :

Buku Risalah Ramadhan, Kumpulan 44 Fatwa Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, Judul Asli : Bulugh Al Maram min Fatawa Ash-Shiyam As-ilah Ajaba ‘alaiha Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Penerbit Pustaka Ats-TsiQaat Press – Bandung, penerjemah Ibnu Abi Yusuf, Editor Ustadz Abu Hamzah.

Written by أبو هـنـاء ألفردان |dr.Abu Hana

August 20, 2009 at 06:03

5 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. Kita bisa menyimak Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah:

    صلاة التراويح إحدى عشرة أو ثلاث عشرة ركعة، يسلم من كل ثنتين ويوتر بواحدة أفضل، تأسيا بالنبي صلى الله عليه وسلم، ومن صلاها عشرين أو أكثر فلا بأس، لقول النبي صلى الله عليه وسلم « صلاة الليل مثنى مثنى فإذا خشي أحدكم الصبح صلى ركعة واحدة توتر له ما قد صلى » متفق عليه فلم يحدد صلاة الله وسلامه عليه ركعات محدودة ولأن عمر رضي الله عنه والصحابة رضي الله عنهم صلوها في بعض الليالي عشرين سوى الوتر، وهم أعلم الناس بالسنة

    “Sholat tarawih (ditambah witir) sebelas atau tiga belas rokaat, salam pada tiap dua rokaat dan witir dengan satu rokaat adalah paling utama, sebagai bentuk mencontoh Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam. Barangsiapa yang sholat 20 rokaat atau lebih, maka tidak mengapa, berdasarkan sabda Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam: “Sholat malam itu dua-dua rokaat, jika salah seorang dari kalian khawatir masuk Subuh, maka hendaknya ia sholat 1 rokaat yang merupakan witir terhadap sholat-sholat sebelumnya” (Muttafaqun ‘alaih).

    kyai jamas

    July 14, 2012 at 18:06

  2. Terima kasih atas penjelasanya.

    riswandi

    September 5, 2010 at 14:44

  3. apa hukumnya salat tarawih bacaannya di percepat tidak seperti salat pardu

    @ Hukumnya menyalahi sunnah, karena yang dituntunkan adalah sholat tarawih dilakukan dengan thumaninah dan tidak tergesa-gesa..

    Dari Jabir beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang sholat manakah yang lebih utama? Beliau menjawab: ‘yang panjang (lama) masa berdirinya’ (H.R Muslim).

    Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri lebih cenderung menyukai sholat sunnah yang lebih lama berdirinya dan jumlah sujudnya sedikit dibandingkan berdirinya sebentar dan jumlah sujudnya banyak. Beliau menyatakan:

    فإن أطالوا القيام وأقلوا السجود فحسن ، وهو أحب إلي ، وإن أكثروا الركوع والسجود فحسن

    “ Jika mereka memanjangkan (masa) berdiri dan sedikit jumlah sujud maka itu baik, dan yang demikian ini lebih aku sukai. Jika mereka memperbanyak ruku’ dan sujud maka itu juga baik” (dinukil oleh Abu Nashr al-Maruuzi dalam Qiyaamu Ramadlan juz 1 halaman 21).

    Telah disebutkan penjelasan al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqolaany ketika menggabungkan perbedaan riwayat jumlah rokaat di masa Umar (11,13, dan 23 rokaat). Bahwa jika jumlah ayat yang dibaca banyak, jumlah rokaatnya sedikit, sebaliknya jika jumlah ayat yang dibaca sedikit, jumlah rokaat banyak. Meskipun 2 keadaan itu sama-sama baik, namun al-Imam Asy-Syafi’i lebih menyukai yang lama berdirinya (karena ayat yang dibaca banyak/panjang) meski jumlah sujudnya sedikit.

    selengkapnya di https://kaahil.wordpress.com/2010/08/13/benarkah-sholat-tarawih-dan-witir-23-rokaat-lebih-utama-dibandingkan-11-rokaat-karena-lebih-banyak-jumlah-rokaatnya-apakah-sholat-tarawih-dan-w/

    aminos

    September 3, 2010 at 23:18

  4. aku cuma orang biasa? sebenarnya mana yang lebih utama 11 rakaatkah atau 23, mana yang lebih besar point nya, mana yang lebih dari berbagai sisi, supaya tarawihku lebih bermakna? di tempatku malah tarawih 23 rakaat dengan surat 1 zuz, apakah ada contohnya dari rasululloh? makasih

    @ Wallaahu ‘alam, pendapat yang kuat adalah lebih utama 11 roka’at karena seperti itulah Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mengajarkannya.
    https://kaahil.wordpress.com/2010/08/13/benarkah-sholat-tarawih-dan-witir-23-rokaat-lebih-utama-dibandingkan-11-rokaat-karena-lebih-banyak-jumlah-rokaatnya-apakah-sholat-tarawih-dan-w/

    mardiani

    August 28, 2010 at 21:50

  5. Ass. Wr. Wb. Singkat aja ya, jangan mempersoalkan jumlah salat tarawih. Mau 11 monggo, mau 23 ya silakan.TITIK.

    @ Wa’alaikumussalaam Warohmatullaahi Wabarokatuh.

    Salam kenal Saudaraku.. semoga Engkau senantiasa sehat wal’afiyat..
    1. Betul sekali anda terlalu “singkat”, jadi Fathoni baca dulu deh artikel ini, bagus banget : Hukum Menyingkat Salam dengan ASS.WR.WB

    2. Sesungguhnya dalam Islam ada prinsip “Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, jika prinsip ini hilang maka hancurlah agama ini,
    Lihatlah! Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu membantah pendapat Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘anhuma ketika mereka menyelisihi dalil tentang pembatalan haji ke umrah. Dan Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Hampir saja ada batu yang jatuh dari langit menimpa kalian. Aku mengatakan Rasulullah bersabda, sedangkan kalian mengatakan Abu Bakar dan Umar mengatakan”. Karena tidak boleh berijtihad, jika ada nash atau dalil.

    3. Oleh karena itu, tidak boleh menghargai pendapat orang lain dengan mengorbankan agama. Membantah kesalahan, bukan berarti merendahkan atau menurunkan derajat orang yang dibantah. Contohlah Imam Abu Hanifah rahimahullah, beliau berkata : “Jika ada hadits yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was allam, maka kami taat sepenuhnya. Jika ada ucapan yang datang dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami taat sepenuhnya. Jika ada ucapan yang datang dari selain mereka, maka mereka adalah tokoh, dan kami juga tokoh”. Maksudnya, sama-sama ulama, selama itu merupakan masalah ijtihadiy

    4. Sebelum TITIK. Ada bingkisan untuk Saudaraku Fathoni, dengarlah ucapannya Imam Ahmad Rahimahullah :
    Dia berkata : “Apabila saya diam dan kamu diam, maka siapakah yang akan mengajari orang yang bodoh dan kapan akan mengajari orang yang bodoh ?”.

    Sekali lagi ya :
    Dia berkata : “Apabila saya diam dan kamu diam, maka siapakah yang akan mengajari orang yang bodoh dan kapan akan mengajari orang yang bodoh ?”.

    Fathoni

    August 20, 2009 at 11:36


Bagaimana menurut Anda?