طبيب الطب النبوي Dokter Pengobatan Nabawi

Islam, Hukum, Sholat, Tatacara

KENYATAAN DIBALIK PEMIKIRAN ORANG SEKULER : Apakah Sekularisme adalah sebuah Ideologi yang Sempurna ?

with one comment


Apakah Sekularisme adalah sebuah  Ideologi yang Sempurna ?

Sekularisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.

Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.

Tujuan dan argumen yang mendukung sekularisme beragam. dalam Laisisme Eropa, di usulkan bahwa sekularisme adalah gerakan menuju modernisasi dan menjauh dari nilai-nilai keagamaan tradisional. Tipe sekularisme ini, pada tingkat sosial dan filsafats seringkali terjadi selagi masih memelihara gereja negara yang resmi, atau dukungan kenegaraan lainnya terhadap agama. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisme)

Berikut tulisan Haneef James Oliver meluluhlantakkan ideologi kafir sekularisme :

Apakah Paham Sekuler Terdapat dalam Injil?

Karena pengalaman sejarah yang buruk telah dialami umat Kristen ketika mereka harus berurusan dengan gereja, beberapa umat Kristen bersikap menolak adanya intervensi agamanya dalam kehidupan mereka. Bagaimanapun, perlu dipahami bahwa orang Barat pernah menghadapi pertempuran melawan otoritas agama mereka di masa lalu.

Namun deduksi (simpulan) yang dibuat berdasarkan pengalaman sejarah di Barat tidak selalu dapat diaplikasikan secara universal, terutama ketika kaum Muslim mengalami kemajuan yang sangat pesat karena para pemeluknya mematuhi agamanya. Itulah sebabnya, tidak bisa disimpulkan bahwa masyarakat Kristen memeluk paham sekuler melalui proses yang benar-benar objektif.

Dalam sebuah artikel yang dimuat di The New York Times, yang diambil dari buku berjudul The Crisis of Islam (Krisis Islam) karya Bernard Lewis, sang penulis berusaha menunjukkan bagaimana Yesus, yang tidak seperti Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam, telah memisahkan urusan dan negara. Berdasarkan Kitab Perjanjian Baru, Lewis menyatakan bahwa Yesus memerintahkan pengikutnya untuk menyumbangkan sesuatu yang menjadi hak milik Kaisar kepada Kaisar; dan kepada Tuhan yang menjadi hak milik Tuhan.”[1]

Dalam rangka memberi alasan bagi umat Kristen bahwa Yesus benar-benar mendukung sekulerisme, Lewis kembali kepada agama, berharap bahwa dia akan memperoleh wahyu para Nabi yang mendukung keyakinan sekulerisme modern. Namun sayangnya, pendekatan ini mendapat pertentangan dari berbagai sudut pandang.

Pertama, Lewis mengambil landasan dari Ajaran Mathew. Namun setelah kitab Perjanjian Baru tersebut diteliti keasliannya, ternyata diketahui bahwa para penulis dari 4 ajaran Kristen sama sekali tidak dikenal dan tidak dipercaya pernah bertemu dengan Yesus. Berdasarkan data sejarah dan teologi, The Encyclopedia Britannica menyatakan bahwa ajaran Mathew: …”penulis Matthew kemungkinan besar tidak diketahui identitasnya (anonim).”[2] Namun berdasarkan Ajaran Mark, dinyatakan, “Meskipun penulis ajaran Mark kemungkinan tidak diketahui…”[3] Kasus yang sama juga terjadi pada penulis ajaran Luke, “Pendeknya, penulis dari ajaran ini masih belum diketahui.”[4] Begitu juga dengan identitas asli penulis ajaran John yang juga belum  diketahui, “Dari kejadian internal, ajaran yang ditulis oleh yang terhormat yang namanya belum diketahui.”[5]

Ajaran Yesus yang asli telah lama hilang dan digantikan dengan ajaran Matthew, Mark, Luke dan John. Persoalan ini menjadi semakin rumit ketika banyak di antara sarjana Bibel mengakui bahwa para penulis ajaran-ajaran tersebut sama sekali tidak diketahui identitasnya. Oleh sebab itu, Lewis tidak bisa menggunakan ajaran-ajaran tersebut sebagai bukti absolut bahwa Yesus benar-benar berkata sesuatu (yang mendukung sekulerisme), karena penulis ajaran Matthew (yang menyebutkan sekulerisme belum diketahui identitasnya).[6]

Benar-benar sebuah ironi jika kemudian seseorang yang berusaha membuktikan bahwa sekulerisme ada dalam Bibel mengatakan bahwa dia mengungkapkan pandangannya secara objektif.

Kedua, kita mengasumsikan bahwa Yesus benar-benar berkata,

“Sumbangkan sesuatu untuk Kaisar yang memang menjadi hak milik Kaisar; dan untuk Tuhan sesuatu yang menjadi hak milik Tuhan.” (Matthew 22:21) –hal itu bukan termasuk penipuan– konteks dari pernyataan tersebut perlu dipertimbangkan:

Then the Pharisees went and took counsel how to entangle him in his talk. And they sent their diciples to him, along with the hero’dians, saying, “teacher, we know that you are true, and teach he way of God truthfully. And care for noman; for you do not regard the position of men. Tell us, then what you think. Is it lawful to pay taxes to Caesar, or not? But Jesus, aware of their mallice, said, “why put me to the test, you hyprocrates? Show me the money for the tax.” And they bought him a coin. And Jesus said to them. “whose likeness and inscription in this? They said, “Caesar’s” then he said to them, “Render therefore to Caesar the things that are Caesar’s and to God the things that are God’s.” When they heard it, they marveled; and they left him and went a way.”

“Kemudian para muridnya pergi dan mencari bimbingan tentang bagaimana cara menjebak dia dalam pembicaraannya. Dan mereka mengirim para pengikutnya kepada Yesus, bersama dengan Hero’dians dan berkata, “Guru kami tahu jika Anda benar dan mengajarkan petunjuk Tuhan dengan benar dan tak peduli siapapun; bagimu perhormatan yang datang dari seseorang tidaklah penting. Katakan pada kami, apa yang Anda pikirkan. Apakah boleh kami membayar pajak kepada Kaisar?” Tetapi Yesus memperingatkan umatnya dengan ancaman,  dia berkata, “Mengapa kau menanyakan hal itu, wahai orang munafik? Tunjukkan padaku uang yang akan kamu bayarkan itu?” Dan mereka memberikan uang tersebut kepada Yesus. Lalu Yesus berkata, “Diperuntukkan kepada siapa ini semua?” Mereka berkata, “Kaisar.” Lalu dia berkata kepada mereka,” Olehkarenanya sumbangkan kepada Kaisar sesuatu yang sudah menjadi hak Kaisar; dan kepada Tuhan yang sudah menjadi hak Tuhan.” Ketika mendengarnya, mereka takjub; dan mereka pergi meninggalkan dia.” (Matthew 22:15-22)

Dari pernyataan yang terdapat pada ajaran Matthew, kita bisa mengamati bahwa Yesus melaporkan kalau dirinya telah dites oleh murid-muridnya mengenai persoalan membayar pajak kepada Romawi. Lalu Yesus menjawab pertanyaan mereka dengan menyuruh mereka untuk membayar pajak, Yesus berkata, “Oleh sebab itu sumbangkan sesuatu kepada Kaisar apa yang menjadi haknya; dan kepada Tuhan apa yang menjadi hak Tuhan.” Bagaimana hal ini –yang berkaitan dengan permasalahan membayar pajak– dapat digunakan sebagai dalil untuk membuang ketetapan sang Pencipta yang didasarkan atas pemahaman terhadap segala sesuatu.

Ketiga, menurut Lewis terdapat versi lain yang diambil dari Matthew yang lebih jelas dibanding dengan bukti yang disuguhkan olehnya. Versi yang terakhir ini benar-benar bertentangan dengan klaim Lewis yang menyatakan bahwa Yesus mendukung sekularisme. Sebagaimana yang telah dikatakan Yesus dengan jelas bahwa dia tidak akan mengubah hukum-hukum yang dibawa oleh para Nabi:

think no that I have come to destroy the law, or the prophets: I am not come to destroy but to fulfil

“Pikirkan, aku datang tidak untuk merusak hukum, atau para Nabi: Aku tidak datang untuk merusak tetapi untuk melengkapi.” (Matthew 5:17)

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?

QS 3:71

Memarjinalkan Agama sang Pencipta

Pada tanggal 2 November 2001, The New York Times menampilkan tulisan Salman Rushdie untuk menyerang keyakinan umat Muslim. Dalam artikel yang berjudul, “Ya, Ini tentang Islam,” Rushdie menulis tentang kaum intelektual Muslim yang menganut keyakinan sekularis-humanis. Rushdie menyatakan: “Jika Islam dirangkul dengan modernitas, maka gema yang dihasilkan harus besar.” Rushdie kemudian berbicara tentang keharusan seorang Muslim untuk membuang mayoritas dari ajaran Islam dan memarjinalkan Islam dengan tidak menganggapnya sebagai keyakinan individu: “Banyak di antara mereka yang berbicara tentang Islam yang lain, pemahaman tentang Islam yang mereka yakini -padahal sebuah keyakinan pribadi-.”[7]

Dapat dipahami dari artikel Rushdi bahwa untuk berpegang teguh pada Islam secara keseluruhan adalah berat. Bagaimanapun, apakah masuk akal untuk meyakini bahwa Sang Pencipta yang Maha Bijaksana -yang telah menciptakan dengan sebaik-baik cara penciptaan- Akan menetapkan satu jalan hidup yang menyebabkan kesengsaraan? ataukah justru akan meletakkan semua aspek peribadatan dan hubungan antar individu manusia pada tempat yang sesuai?

مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat  lagi Maha Perkasa.

QS 22:74

Orang yang berpaling dari petunjuk Sang Pencipta, baik mengikuti agama buatan manusia atau filsafat, ataukah ia mengikuti agama yang pada awalnya diturunkan oleh Sang Pencipta,  namun disimpangkan.  Sedangkan yang lain ada yang kecewa terhadap agama yang  formal, dia hanya berpindah dari pendapat satu ke pendapat yang lain.

Islam membebaskan orang dari model-model keyakinan semacam ini. Sistem keimanan dalam Islam menghubungkan seorang yang beriman kepada Penciptanya melalui serangkaian tatacara ibadah tertentu yang dapat mensucikan jiwa. Dikarenakan pengetahuan Sang Pencipta meliputi semuanya, tidaklah heran Dia akan menetapkan sebuah agama sempurna yang meliputi hal yang berkaitan dengan peribadatan sebagaimana sempurnanya hal yang berkaitan dengan  interaksi antara ciptaan-Nya. Karena Sang Pencipta bersih dari membuat kesalahan, tidaklah heran, jika Dia menghendaki agar ciptaannya menyerahkan pada-Nya dengan mengikuti tata cara yang ditetapkan-Nya dalam segala hal.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan.

QS 2:208

Pencipta kita adalah Sang Pemberi balasan yang mampu memberikan penghargaan pada hamba-Nya di dunia dan akhirat, seseorang yang pasrah pada segenap wahyu-Nya dapat mengharapkan untuk merasakan manis dan nikmatnya penyerahan diri mereka pada Nya. Dibanding hidup dalam suatu yang hampa, ketidakpuasan dan kebimbangan, seorang yang tulus menjadi pengikut  jalan yang ditentukan Sang Pencipta akan merasakan perasaan damai yang begitu kuat, ketenangan dan kejernihan, serta terbebas dari rasa khawatir dan bingung.[8]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi  penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

QS 10:57

Apa yang dimaksudkan Rushdie ketika mengajak orang Islam untuk meyakini apa yang mereka harus ikuti dari perasaan bahwa Tuhan itu ada, tetapi gagal untuk membangun jalan untuk hidup mereka. Bagaimanapun juga, apakah masuk akal untuk meyakini bahwa Sang Pencipta memberikan seluruh alam semesta yang menakjubkan ini dari tidak adanya, memelihara setiap atom dan molekul  dari seluruh makhluk, mengendalikan setiap gerakan-gerakannya dan mengatur urusannya dengan kebijaksanaan yang sempurna, kemudian pada waktu yang bersamaan Dia tidak tahu apa yang dilakukan oleh manusia atau apa yang terbaik untuk mereka?

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?

QS 67:14

Allah Yang Maha Esa yaitu Dzat yang paling memahami terhadap apa yang Dia ciptakan d        an mengapa semua itu diciptakan, telah diberitakan  kepada ciptaan-Nya tentang kondisi orang beriman yang yakin pada-Nya dan pada hari akhir,

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

Kemudian Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu memang beriman pada Allah dan  hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

QS 4:59

Pernyataan Allah, “Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,” merupakan perkataan yang meliputi keseluruhan, tidak terbatas pada beberapa hal kejadian saja, seperti keyakinan yang selalu berubah dari seorang sekular-humanis. Lebih jauh lagi, pernyataan “jika kamu memang beriman pada Allah dan  hari akhir” dengan jelas membuat manusia mengembalikan segala hal kepada Sang Pencipta, sebuah kondisi dari keyakinan bagi siapa yang mengaku dirinya beriman pada Allah dan hari akhir.  Bagi seseorang yang mengatakan bahwa dirinya beriman pada Allah dan akan bertemu dengan-Nya ketika dirinya mati, kemudian dia menolak untuk meyakini bahwa Sang Pencipta ini adalah Allah yang sama dengan Sang Pencipta yang telah menurunkan wahyu dan petunjuk mutlak bagi makhluknya, maka pengakuan keimanannya tidaklah benar.

Tidak perduli seberapa modernnya keahlian seorang sekular-humanis dalam banyak bidang keduniaan, pada kenyataannya mereka telah gagal menyadari bahwa ilmu yang telah mereka peroleh tersebut sebenarnya karunia dari Allah.

Lebih jauh lagi, mereka juga gagal dalam menyadari bahwa ruang lingkup pemahaman mereka masih sangat terbatas, mereka tidak mengetahui atau tidak mengerti ke arah mana manusia harus menuju, apa yang terbaik baginya dalam kehidupan ini dan untuk kehidupan selanjutnya. Dengan alasan ini, sangatlah tidak masuk akal untuk taklid mengikuti trend kebanyakan orang dan menolak jalan Allah Yang Maha Bijaksana, Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui.

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Kemudian Kami jadikan kamu (wahai Muhammad) berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.

QS 45:18

Setiap Muslim ditekankan untuk meninggalkan penyimpangan agama, ditekankan pula agar tidak mengikuti nilai-nilai liberalisme, humanisme dan sekularisme yang selalu berubah-ubah. Bagaimanapun, sesuatu yang tidak disukai manusia bukanlah suatu bukti bahwa hal itu adalah kesalahan, seperti halnya telah diketahui bahwa banyak hal dalam kehidupan kita yang pada awalnya kita tidak menyukainya tetapi kita mengetahui bahwa hal itu sangat penting bagi kelangsungan hidup kita.

وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

…dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

QS 2:216

Sangat menarik ketika orang-orang bersabar bangun pagi untuk pergi bekerja, meminum obat yang mungkin memilik efek samping berbahaya dan membayar  denda untuk pelanggaran-pelanggaran ketika mengemudi. Namun, ketika Sang Penciptanya memerintahkan kepada mereka untuk bangun di waktu shubuh untuk berdoa, kemudian diperintahkan untuk meninggalkan  keyakinan-keyakinan dan amalan-amalan yang menyimpang atau memberikan sebagian kecil dari hartanya untuk membayar zakat, banyak orang yang mulai menolak semua ini.

Secara konsisten, dapat dimengerti bahwa disukai atau tidak oleh kebanyakan orang, hal itu tidak dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam memahami benar atau salah, khususnya ketika berkaitan dengan seorang manusia yang memiliki karakter berubah-ubah dan terbatas kemampuannya.

Mengubah Agama Tuhan Sesuai dengan Hawa Nafsu

Dalam kolom The New York Times-nya, Rushdie mengajak orang Islam agar bersegera untuk mengubah agama mereka dalam rangka modernisasi. Rushdie menyatakan khusus kepada sisi pribadi muslim (Rushdie menggunakan kata ‘sisi pribadi’ menghindari kata-kata politis)  jika masyarakat muslim  kembali pada agama, maka akan sulit untuk berubah menjadi modern.

Bagaimanapun, Rushdie telah membuat kesalahan ketika dia menyatakan sesuatu yang tidak memiliki dasar untuk berpaling dari agama Allah sebagai tanda modernisasi. Justru sebaliknya, pendekatan untuk memahami agama semacam ini telah ada sejak zaman nabi-nabi, seperti dapat ditemukan dalam Al-Qur’an  yang diwahyukan sejak 1400 tahun yang lalu,

وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ قَالَ الَّذِينَ لاَ يَرْجُونَ لِقَاءنَا ائْتِ بِقُرْآنٍ غَيْرِ هَـذَا أَوْ بَدِّلْهُ قُلْ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِن تِلْقَاء نَفْسِي إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ

Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: “Datangkanlah Al Qur’an yang lain dari ini atau gantilah dia “. Katakanlah (pada mereka): “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)”.

QS 10:15

Salman Rushdie entah apakah ia kurang perhatian, lupa atau sengaja menutup mata terhadap fakta bahwa Allah bertanya pada kaum musyrikin ketika Nabi bertanya pada mereka,

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ

Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi,

QS 5:40

Karena semua yang Allah ciptakan di langit dan bumi adalah milik-Nya seorang, apakah bukan Dia yang menjadi pemilik hukum yang mengatur hubungan diantara makhluk-Nya? Apakah Dia memiliki sekutu yang berbagi dalam kepemilikan-Nya yang mutlak terhadap alam semesta  ini, kemudian sekutu itu memiliki andil dalam mengatur ciptaan Allah?

أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

…Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

QS 7:54

Suatu keanehan ketika Rushdie memiliki suatu bukti logis untuk membuktikan pemahamannya bahwa Sang Pencipta hanya sebatas pada hal-hal tertentu saja seperti penciptaan, memelihara dan mengatur hubungan yang terjadi di alam semesta. Apakah ada bukti logis yang membuktikan Sang Pencipta bukan sebagai pemilik hukum yang mengatur dalam hal seperti menentukan satu agama dan jalan hidup yang dapat diterima-Nya? Singkatnya, Rushdie diminta untuk memikirkan bagaimana dia menyusun  keanehan yang tidak selaras dari pemisahan antara Allah sebagai pencipta dan sebagai pembuat hukum.[9] Mengapa percaya pada satu bagian dan mengingkari pada sebagian lainnya?

قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ

Katakanlah (pada mereka): “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”.

QS 3:154

Rushdie memandang bahwa perubahan menuju kebebasan sebagai bentuk dari kemajuan, seperti halnya dia memandang perubahan dalam menerapkan agama sang Pencipta dalam segala hal tidak lebih dari sebuah kemunduran. “sisi pribadi” setiap manusia secara umum memiliki kecenderungan untuk mengambil dan memilih perintah-perintah Allah menurut hawa nafsunya (memilih perintah yang “menguntungkan” dan sesuai seleranya, serta meninggalkan perintah yang memberatkan atau tidak sesuai selera).

Tindakan tersebut merupakan pelecehan terhadap Allah. Dalam menjalankan agama, kita diwajibkan untuk menerima seluruh aspek yang telah ditetapkan-Nya dan dilarang untuk membuang/ menolak sebagian atau seluruh ayat/ perintah-Nya. Adapun agama  dari selain-Nya (maksudnya agama selain Islam seperti nashara dll, dewasa ini beberapa ajarannya ada yang masih murni/ belum berubah dan mencocoki Al-Qur’an) dapat ditolak  seluruhnya atau sebagiannya karena dalam kitab mereka telah banyak terjadi perubahan.

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاء مَن يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.

QS 2:85

Kenyataan Dibalik Pemikiran Orang Sekular

Jalan pikiran Rushdie mengakui bahwa agama seharusnya untuk Sang Pencipta, artinya: segala yang terbatas pada rutinitas ibadah dan amalan adalah milik Allah, namun urusan sosial dan politik  takdirnya ada di tangan manusia, karena merekalah yang lebih mengetahui. Kesalahan dari ideologi ini adalah ketika seseorang meyakini bahwa agama untuk Sang Pencipta, sedangkan Negara untuk manusia, padahal kenyataannya, sang Pencipta tidak boleh ikut menentukan dalam hal ritual ibadah dan amalan-amalan seperti yang mereka klaimkan. Bahkan pada sisi tertentu mereka menolak Tuhan dalam hal ritual peribadahan dan amalan-amalan, orang-orang ini membuat sendiri agama[10] yang mereka bisa ikuti. Faktanya mereka tidak mengenal hak Allah untuk menentukan agama mereka, bahkan dalam hal urusan ibadah dan amalan-amalan sendiri. Dalam membuat agama-agama mereka sendiri, mereka menempatkan dirinya setara dengan Allah dalam hak untuk menetapkan agama dan jalan hidup bagi makhluknya.

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.

QS 42:21

Pada artikel yang berjudul “Gereja kembali bersemangat untuk mengajak para pemuda,” Jonathan Petre dalam The Telegraph melaporkan  bahwa Gereja di Inggris “memberikan tempat pada para pemuda untuk beribadah. Mereka mengijinkan para pemuda mengadakan acara pujian besar-besaran di ruang tengah gereja sebagai salah satu bentuk usaha yang dilakukan untuk menarik hati para pemuda agar pergi ke gereja.

Namun pimpinan muktamar gereja merasa pesimis dengan keberhasilan cara tersebut. Bagaimanapun  dia tetap berharap bahwa melalui strategi itu para pemuda menjadi tertarik untuk datang ke gereja. Tapi sayangnya, hal yang dinantikan tidak terjadi kecuali jika diikuti oleh kejadian heboh.

Petre menyatakan bahwa episode paling menggemparkan (yang mengundang para pemuda untuk datang ke gereja) adalah “jasa jam 9” di Sheffield, yang menurut Petre, “kasusnya telah ditutup setelah sebuah tuduhan tidak benar ditujukan kepada pendeta yang diduga memiliki hubungan khusus dengan salah seorang wanita anggota jemaatnya.”[11]

Seseorang bertanya mengapa Gereja Anglican mengira bahwa mereka menemukan cara yang benar, “sebagai bentuk alternatif ibadah yang bisa dilakukan oleh pemuda.” Bukankah hal itu secara tidak langsung menandakan bahwa sang Pencipta seolah-olah tidak tahu bagaimana caranya beribadah kepada-Nya.

أَمْ لَكُمْ سُلْطَانٌ مُّبِينٌ   فَأْتُوا بِكِتَابِكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

Atau apakah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kamu memang orang-orang yang benar

QS 37:156-157

Cara beribadah “ilegal” yang mereka contohkan tersebut diterapkan oleh umat Kristen terdahulu. contohnya, Romawi menyatukan cara beribadah kaum pagan (penyembah dewa matahari) dengan agama yang dibawa oleh Nabi Isa (Yesus). Sampai saat ini umat Kristen masih merayakan festival tersebut dan meyakini bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember. Padahal, tak ada satu pernyataan pun dalam Injil yang menjelaskan hal itu, tanggal 25 Desember kenyataannya bukan tanggal kelahiran Yesus, akan tetapi hari istimewa kaum pagan yang dirayakan untuk Mithras, dewa matahari Romawi.[12]

Pendeknya, kebanyakan pengikut sekularisme mengklaim bahwa mereka mengetahui hak-hak Sang Pencipta dalam persoalan ibadah. Klaim itulah yang sering mereka lontarkan ketika berbicara mengenai urusan negara (yang menurut mereka, urusan negara berada di tangan manusia), dan urusan agama berada di tangan Sang Pencipta. Namun fakta berkata lain. Untuk membuktikan pernyataan mereka tersebut, dilakukanlah sebuah penyelidikan. Ternyata fakta yang diperoleh dari penyelidikan menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak memahami hak-hak Sang Pencipta yang mengatur urusan ibadah. Pendeknya, mereka tidak meyakini bahwa urusan negara harus diserahkan kepada manusia, begitu juga dengan urusan agama.

أَإِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).

QS 27:63

Keraguan dalam Keyakinan dan Kepercayaan

Banyak orang yang meyakini bahwa sang Pencipta memiliki pengetahuan, kebijaksanaan dan keadilan dalam mengatur alam semesta. Sang Pencipta sendirian (tidak memiliki penolong) dalam urusan penciptaan. Karena alam semesta akan hancur jika terdapat lebih dari satu Pencipta yang mengurusnya. Masing-masing Pencipta akan mengambil alih ciptaan Pencipta yang lain, dan akan terjadi persaingan kekuasan di antara para Pencipta dalam mengatur alam semesta ini. Dalam kondisi seperti ini akan terjadi kekacauan yang hebat di jagad raya ini.

لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada sembahan-sembahan yang mereka jadikan sekutu dengan-Nya.

QS 21:22

Segala gejala keteraturan yang ditunjukkan oleh alam semesta ini merupakan bukti nyata bahwa alam semesta ini hanya diciptakan oleh sang Pencipta yang Maha Esa

الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقاً مَّا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِن تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِن فُطُورٍ

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِأً وَهُوَ حَسِيرٌ

Kemudian lihatlah lagi dan lagi: pandanganmu akan lelah dalam mencari sesuatu yang tidak seimbang

QS 67:3-4

Semua yang mengakui keberadaan Sang Pencipta tidak serta merta percaya terhadap kemampuan-Nya dalam mencipta dan mengatur alam semesta ini. Padahal jika di alam ini terdapat lebih dari satu Pencipta maka kekacauan akan terjadi. Sama seperti ketika manusia menjadi partner Allah dalam mengurus persaoalan agama dan jalan hidup, pada akhirnya membuat kehidupan manusia menjadi kacau, bingung dan merusak hubungan individu dengan masyarakat.

SUMBER : Naskah pracetak Buku “INVASI BARAT” Penulis : Haneef James Oliver , Penerbit Too Bagus Pusblishing, Bandung untuk https://kaahil.wordpress.com

*  *  *


[1] Bernard Lewis, Krisis Islam, The New York Times, 6 April, 2003

[2] The New Encyclopaedia Britannica (Chicago: Helen Hemingway Benton Publisher, 1980), vol. 2, hal. 953

[3] Ibid, vol.2, hal. 951

[4] Ibid, vol.2, hal. 954

[5] Ibid, vol.2, hal. 955

[6] Ibid, vol.2, hal. 953

[7] Salman Rushdie, Ya, Ini tentang Islam, The New York Times, 2 November, 2001

[8] Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarh Ushuul al-Imaan p.61, Daarul-Want lin-Nashr.

[9] Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarh  tsalatsatul Ushuul, hal. 85, Daar ath-Thuriyyaa lin-Nashr.

[10] Kata orang Amerika, Dengarkanlah, Saya mungkin bisa menempatkan filsafat hidup untuk diri sendiri karena filsafat memiliki keakuratan dan manfaat yang sama dengan yang dihasilkan oleh sebagian agama.’” (Diambil dari pernyataan David Kinnaman. Lihat: K. Connie Kang, Kebanyakan Manusia Meyakini Keberadaan Surga dan Mereka Berfikir akan Masuk ke Sana, The Los Angeles Times, 25 Oktober, 2003)

[11] Jonathan Petre, Gereja kembali mengacau untuk menarik simpati para pemuda, The Telegraph, 16 November, 2002.

[12] Collier’s Encyclopedia (New York: Macmillan Educational Company, 1990), vol.6, hal. 403

Written by أبو هـنـاء ألفردان |dr.Abu Hana

May 30, 2010 at 03:11

One Response

Subscribe to comments with RSS.

  1. Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Mau tidak mau kita hidup di Indonesia yang menganut paham sekularisme serta sistem ekonomi yahudi (Bank, Leasing, Pegadaian dll) yang penuh dengan Riba ,, apakah ke Islaman kita sah menurut Alloh SWT.

    Terima kasih

    @ Wa’alaikumussalaam Warohmatullaahi Wabarokaatuh

    Sah InsyaAllah, Alhamdulillah kita tinggal di negara Indonesia yang sebagian besar pemerintah dan masyarakatnya adalah muslimin. Sedangkan pada awal dakwahnya Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam hidup di lingkungan jahiliyyah.

    risman

    July 14, 2010 at 12:53


Bagaimana menurut Anda?