طبيب الطب النبوي Dokter Pengobatan Nabawi

Islam, Hukum, Sholat, Tatacara

ADAKAH JADWAL IMSAKIYAH DALAM ISLAM ? : Inilah 4 Dampak Negatif Akibat Seruan Imsak (Batas Akhir Makan Sahur)

with 9 comments


DAMPAK SERUAN ‘IMSAK’

Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman

Saudaraku kaum muslimin, semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala senantiasa merahmati kita semua…

Di saat kaum muslimin sedang berupaya mendekatkan diri kepada Allah di bulan Ramadlan dengan berbagai aktivitas ibadah, terdapat beberapa orang yang berusaha menebarkan fitnah terhadap para Ulama’ Ahlussunnah yang mereka sebut dengan istilah wahaby. Dalam suatu blog penentang dakwah Ahlussunnah terdapat tulisan yang berjudul: ‘Fitnah dan Bid’ah Wahaby (Salafy Palsu) di Bulan Ramadhan (2) : dalil Waktu sahur dan Imsyak’. Tulisan tersebut berisi hasutan untuk membenci para Ulama’ Ahlussunnah yang mereka istilahkan dengan wahaby dengan mengesankan bahwa para Ulama tersebut ‘Mensyariatkan  Makan Sahur sampai mendekati waktu iqamat shalat subuh dengan dalih mengakhirkan sahur’.

Sungguh suatu kedustaan jika tuduhan itu dialamatkan pada para Ulama’ Ahlussunnah semisal Syaikh Muhammad Amien Asy-Syinqithy, Syaikh Bin Baaz, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di,  Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin, dan para ulama’ Ahlussunnah lainnya. Silakan disimak ceramah-ceramah para Ulama tersebut, kaji kitab-kitab yang mereka tulis, niscaya kita akan mendapati mereka berdakwah di atas ilmu dan berdasar manhaj Nabi dan para Sahabatnya. Tidaklah mereka berdalil kecuali dengan AlQur’an dan AsSunnah yang shahihah dengan pemahaman para Sahabat Nabi.

Waktu berakhirnya makan sahur adalah dengan masuknya waktu Subuh, yang berarti berakhirnya malam. Timbulnya fajar shadiq di ufuk timur yang membentang secara horisontal menandai permulaan seorang harus menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa (shoum).

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“… makan dan minumlah sampai nampak jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar “ (Q.S AlBaqoroh:187).

Al-Hafidz Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya:

أباح تعالى الأكل والشرب، مع ما تقدم من إباحة الجماع في أيّ الليل شاء الصائمُ إلى أن يتبين ضياءُ الصباح من سواد الليل، وعبر عن ذلك بالخيط الأبيض من الخيط الأسود

“Allah Ta’ala membolehkan makan dan minum, dan yang telah disebutkan sebelumnya dari pembolehan berhubungan suami-istri pada bagian manapun di waktu malam bagi orang yang berpuasa sampai jelas cahaya pagi dari gelapnya malam, hal itu diibaratkan sebagai benang putih dari benang hitam” (Tafsir al-Qur’anil ‘Adzhim ).

Kekeliruan yang banyak terjadi saat ini adalah didengungkannya seruan ‘imsak’ sekitar 10 atau 15 menit sebelum masuknya waktu Subuh. Seruan imsak itu bertujuan agar orang-orang yang berpuasa memulai menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa pada waktu-waktu tersebut, mendahului waktu yang semestinya.

Banyak di antara saudara-saudara kita kaum muslimin yang menjadi rancu dalam memahami kapan seharusnya mereka berhenti dan mulai berpuasa. Hal itu diakibatkan seruan imsak tersebut.

Secara bahasa, makna ‘imsak’ adalah menahan diri. Tidak sedikit dari kaum muslimin yang memahami bahwa kalau sudah tiba masa seruan imsak itu dikumandangkan, maka pada saat itulah seharusnya mereka mulai menahan diri. Minimal mereka berpandangan makruh, dan tidak sedikit yang sudah menganggap bahwa haram bagi seseorang untuk makan, minum, dan melakukan hal lain yang membatalkan puasa.

Demikianlah kenyataannya, wahai saudaraku kaum muslimin….

Ketika diada-adakan hal baru dalam suatu Dien ini, maka tercabutlah suatu Sunnah Nabi, sehingga menjadi asing ketika diperkenalkan kembali. Demikian semaraknya seruan imsak ini dikumandangkan hampir di seluruh pelosok negeri kaum muslimin, sampai-sampai banyak orang yang menganggap bahwa itulah Sunnah. Mereka mengira bahwa di masa Nabi dulu, memang ada seruan imsak itu menjelang masuk waktu Subuh. Maka akan terasa janggal dan aneh, jika seruan imsak itu ditiadakan.

Padahal, di masa Nabi tidak pernah ada seruan imsak dikumandangkan. Justru yang ada adalah adzan dikumandangkan 2 kali, menjelang Subuh dan saat masuknya Subuh. Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam memiliki 2 muadzin: yaitu Bilal bin Rabah  dan Ibnu Ummi Maktum dan. Nabi Muhammad shollallaahu a’laihi wasallam bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤَذِّنَانِ بِلَالٌ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ قَالَ وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا إِلَّا أَنْ يَنْزِلَ هَذَا وَيَرْقَى هَذَا

Dari Ibnu Umar –semoga Allah meridlai keduanya- beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam memiliki 2 muadzin, yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum yang buta. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu malam, maka makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. (Ia berkata) : tidaklah di antara keduanya kecuali yang ini turun sedangkan yang satunya naik “ (H.R Muslim)

Al-Imam AnNawawy berkata:

قَالَ الْعُلَمَاء : مَعْنَاهُ أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ قَبْل الْفَجْر ، وَيَتَرَبَّص بَعْد أَذَانه لِلدُّعَاءِ وَنَحْوه ، ثُمَّ يَرْقُب الْفَجْر فَإِذَا قَارَبَ طُلُوعه نَزَلَ فَأَخْبَرَ اِبْن أُمّ مَكْتُوم فَيَتَأَهَّبُ اِبْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ بِالطَّهَارَةِ وَغَيْرهَا ، ثُمَّ يَرْقَى وَيَشْرَع فِي الْأَذَان مَعَ أَوَّل طُلُوع الْفَجْر . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

Para Ulama berkata: maknanya adalah bahwa sesungguhnya Bilal adzan sebelum fajar, dan menunggu setelah masa adzannya dengan doa dan semisalnya. Kemudian ia memperhatikan masa-masa keluarnya fajar. Jika telah mendekati keluarnya fajar, ia memberitahukan pada Ibnu Ummi Maktum sehingga Ibnu Ummi Maktum bersiap-siap dengan bersuci (thaharah) dan semisalnya, kemudian dia naik dan mulai adzan pada permulaan munculnya fajar” (Syarh Shohih Muslim linNawawy juz 4 halaman 69).

Dalam hadits lain, Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَوْ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ مِنْ سَحُورِهِ فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ أَوْ يُنَادِي بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَلِيُنَبِّهَ نَائِمَكُمْ

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: ‘Janganlah adzan Bilal mencegah kalian dari sahurnya, karena sesungguhnya ia adzan di waktu malam untuk ‘mengembalikan’ orang-orang yang qiyaamul lail dan membangunkan yang tidur (H.R al-Bukhari).

Sudah demikian jauhnya keadaan di masa kita dengan di masa Nabi. Di masa beliau, dikumandangkan 2 kali adzan yang terkait dengan Subuh. Namun di masa kita, di negara ini, sudah jarang hal itu dilakukan. Lebih menyedihkan lagi, ketidakmampuan kita mendekati pelaksanaan Sunnah itu, akankah lebih diperparah dengan mengada-adakan sesuatu yang tidak pernah dicontohkan Nabi, tidak pula disunnahkan oleh para Khulafa’ur Rasyidin.

Nabi memiliki 2 muadzin, tidak pernah beliau memerintahkan salah satu dari keduanya untuk mengumandangkan ‘imsak’. Tidak pula para Khulafa’ur Rasyidin.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa hal yang menunjukkan kelemahan dan keburukan dikumandangkannya seruan ‘imsak’:

1.    Hal itu adalah bid’ah dan menyebabkan umat semakin jauh dari Sunnah Nabi yang sebenarnya.

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan sesuatu dari Dien ini yang tidak diidzinkan Allah?” (Q.S Asy-Syuuro:21).

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“dan berhati-hatilah kalian dari sesuatu yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan (dalam Dien/agama) adalah bid’ah d an setiap bid’ah adalah sesat”(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah).

Sebenarnya, bagi seseorang yang memahami bahaya bid’ah dan begitu tingginya kemulyaan dan keharusan berpegang dengan Sunnah Nabi, cukuplah satu poin ini sebagai keburukan yang harus ditinggalkan.

(InsyaAllah pada tulisan lain akan dijelaskan secara lebih lengkap penjelasan tentang bid’ah, syubhat tentang pendefinisian dan pembagiannya, serta bahaya-bahaya yang ditimbulkannya. Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memberikan taufiq dan kemudahan).

2.    Menyebabkan seseorang meninggalkan Sunnah Sahur atau Sunnah Mengakhirkan Waktu Sahur.

Jika seseorang terbangun beberapa menit menjelang Subuh, namun ia telah mendengar seruan imsak, bisa jadi ia mengurungkan niat bersahur, jika ia memang tidak tahu bahwa masih diperbolehkan baginya makan dan minum sebelum masuknya waktu Subuh. Hal itu menyebabkan orang tersebut terlewatkan dari Sunnah Nabi yang mengandung barokah (kebaikan yang banyak). Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

“Bersahurlah, karena pada sahur itu ada barokah” (Muttafaqun ‘alaih).

Waktu antara kumandang imsak dan Subuh sebenarnya masih memungkinkan untuk seseorang bersahur, meski dengan seteguk air. Seseorang juga menjadi terhalangi untuk mengakhirkan waktu sahur, padahal itu adalah Sunnah Nabi.

تَسَحَّرُوْا وَلَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ

“Bersahurlah walaupun (hanya) dengan seteguk air” (H.R Ibnu Hibban, Syaikh alAlbaany menyatakan hasan shahih dalam Shahih atTarghib watTarhiib).

عَنْ أَبِي عَطِيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ فِينَا رَجُلَانِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدُهُمَا يُعَجِّلُ الْإِفْطَارَ وَيُؤَخِّرُ السُّحُورَ وَالْآخَرُ يُؤَخِّرُ الْإِفْطَارَ وَيُعَجِّلُ السُّحُورَ قَالَتْ أَيُّهُمَا الَّذِي يُعَجِّلُ الْإِفْطَارَ وَيُؤَخِّرُ السُّحُورَ قُلْتُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَتْ هَكَذَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ

Dari Abu Athiyyah beliau berkata: Aku berkata kepada ‘Aisyah: di tengah-tengah kami ada dua orang Sahabat Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam. Yang satu menyegerakan ifthar (berbuka) dan mengakhirkan sahur, sedangkan yang lain mengakhirkan berbuka dan mengawalkan sahur. Aisyah berkata: Siapa yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur? Aku berkata: Abdullah bin Mas’ud. Aisyah berkata: Demikianlah yang dilakukan Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam (H.R anNasaa-i, dishahihkan Syaikh alAlbaany).

3.    Memberikan kesempitan bagi kaum muslimin, pada saat mereka masih diperbolehkan untuk makan dan minum justru dihalangi dengan seruan imsak. Bisa dengan keyakinan makruh atau haram.

Hal ini bertentangan dengan perintah Nabi untuk memberikan kemudahan kepada kaum muslimin

يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا

“ Berikanlah kemudahan, janganlah mempersulit. Berikan kabar gembira, jangan membuat lari” (H.R alBukhari).

4.    Pada taraf tertentu, pensyariatan kumandang imsak akan mengarah pada perasaan lebih baik dibandingkan yang dilakukan Nabi dan para Sahabat

Dengan adanya kumandang imsak, kadang seseorang merasa hal itu lebih baik dibandingkan jika tidak ada. Setelah dia tahu bahwa hal itu tidak pernah dicontohkan Nabi dan para Khulafaur Rasyidin. Akan timbul anggapan bahwa hal itu akan lebih baik, meski tidak pernah dilakukan Nabi. Biasanya timbul ucapan:’Bukankah hal ini lebih baik dan merupakan bentuk kehati-hatian?’

Subhaanallaah! Apakah kita menyangka Nabi kurang memiliki semangat untuk menjauhkan umatnya dari hal yang bisa menjerumuskannya pada dosa?  Beliau adalah yang paling bertaqwa dan paling bersemangat untuk menyampaikan umatnya pada segenap kebaikan.

Jika alasannya adalah kehati-hatian, ketahuilah tidak semua upaya kehati-hatian akan berujung pada kebaikan, bahkan ada yang bisa menjerumuskan seseorang pada kemaksiatan. Sebagai contoh, seseorang yang berusaha berhati-hati ketika berada pada hari yang meragukan, apakah sudah masuk Ramadlan atau belum. Kemudian dia berpuasa (menahan diri tidak makan, minum dan segala hal yang membatalkan puasa) sebagai bentuk kehati-hatian, menurutnya. Dalam hal ini terkena padanya hadits :

عَنْ صِلَةَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَمَّارٍ فِي الْيَوْمِ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَأَتَى بِشَاةٍ فَتَنَحَّى بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ هَذَا الْيَوْمَ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Shilah beliau berkata: Kami pernah berada di sisi Ammar pada suatu hari yang meragukan, kemudian datang dengan membawa kambing, sebagian kaum menyingkir (berpuasa), maka Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa pada hari ini maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Abul Qoshim shollallaahu ‘alaihi wasallam” (H.R Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albaany).

Upaya kehati-hatian seharusnya dibimbing oleh Sunnah Nabi, bukan suatu hal yang diada-adakan dan tidak pernah beliau contohkan.

Pada taraf tertentu yang lebih mengkhawatirkan lagi, jika seseorang melakukan suatu kebid’ahan kemudian dia menganggap baik hal itu, maka bisa jadi dia menganggap Nabi telah berkhianat dalam mengemban risalah. Wal ‘iyaadzu billah. Ada anggapan bahwa hal yang dia lakukan itu baik, sedangkan Nabi tidak mencontohkan dan melakukannya, padahal tidak ada penghalang untuk melakukannya, berarti ada kebaikan yang tidak disampaikan oleh Nabi.

Karena itu al-Imam Malik menyatakan:

من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة ، فقد زعم أن محمدا – صلى الله عليه وسلم- خان الرسالة

“Barangsiapa yang berbuat kebid’ahan dalam Islam yang dia anggap baik, maka sungguh ia telah menyangka bahwa Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam telah berkhianat terhadap risalah” (Lihat al-I’tishom (1/49)).

Sumber : BANTAHAN TERHADAP SITUS DAN BLOG PENENTANG MANHAJ SALAFY AHLUSSUNNAH (BAGIAN X )

Written by أبو هـنـاء ألفردان |dr.Abu Hana

August 5, 2010 at 13:05

9 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. Baarokallaahufiikum

    ahlussunnahkolakautara

    August 2, 2012 at 07:21

  2. […] SUMBER: https://kaahil.wordpress.com/2010/08/05/adakah-jadwal-imsakiyah-dalam-islam-4-dampak-negatif-akibat-s… […]

  3. […] Catatan: Artikel ini telah mengalami sedikit perubahan tanpa mengurangi makna dan isi, untuk selengkapnya bisa dibaca di https://kaahil.wordpress.com/2010/08/05/adakah-jadwal-imsakiyah-dalam-islam-4-dampak-negatif-akibat-… […]

  4. memang tidak dapat dibenarkan untuk memakruhkan apalagi mengharamkan makan setelah imsak, karena memang pada hakekatnya puasa dimulai setelah fajar muncul (masuk waktu subuh).

    Namun dilihat dari hadits ini:

    [Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata,
    تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ. قُلْتُ كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِينَ آيَةً.
    “Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”. Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”
    ~~sepengetahuan saya, hadits ini shahih.]

    dapat disimpulkan bahwa disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Artinya, ada kebaikan jika kita mengakhirkan sahur tidak pas saat adzan Subuh tiba, dan artinya, bentuk kehati-hatian ini masih sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. (meskipun sekali lagi, waktunya tidak dapat ditentukan 10 atau 15 menit, karena Hadits ini hanya menunjukkan seperti waktu membaca 50 – 60 ayat )

    bagaimana pendapat antum? :)

    @ Hadits yang antum sebutkan diatas justeru menunjukkan sunnahnya mengakhirkan sahur sampai adzan, dikarenakan membaca 50 atau 60 ayat sedang bisa dilakukan dalam 15-20 menit saja sebelum adzan, padahal imsak sendiri 10 menit sehingga sangat berat jika harus menghabiskan makanan dalam waktu 5-10 menit saja.

    Imsak merupakan kesalahan yang sangat besar lagi bertolak belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang mulia.
    Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam surah Al-Baqaroh ayat 187 :
    “Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.”

    Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyatakan dalam hadits Abdullah bin ‘Umar riwayat Al-Bukhary dan Muslim :
    “Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari, maka makan dan minumlah sampai kalian mendengar seruan adzan Ibnu Ummi Maktum.
    Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa batasan dan akhir makan sahur adalah adzan kedua yaitu adzan untuk sholat subuh. Inilah seharusnya yang dipegang oleh kaum muslimin yaitu menjadikan waktu adzan subuh sebagai batasan terakhir makan sahur dan meninggalkan tanda imsak yang tidak pernah dikenal oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan para sahabatnya.

    Jika ada kebaikan dalam imsak, tentu para sahabat Rosulullah adalah yang pertama kali melakukannya dikarenakan merekalah orang-orang yang paling bersemangat untuk melakukan kebaikan dan paling berhati-hati karena khawatir akan menyelisihi perintah Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam.

    Wallaahu ‘alam.

    varisphere

    August 11, 2010 at 16:05

    • Syukran akhi.. Insya Allah ana paham..

      ana ulangi pernyataan awal ana.. tidak dapat dibenarkan untuk memakruhkan apalagi mengharamkan makan setelah imsak, karena memang pada hakekatnya puasa dimulai setelah fajar muncul (masuk waktu subuh)

      yang masih jadi pertanyaan buat ana adalah tentang bagaimana menyikapi hadits ini:

      “Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”. Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”

      Sekali lagi, ana tidak mempertanyakan tentang fenomena imsak yang ada di Indonesia, tapi tentang redaksi isi dari hadits tersebut.

      Bahwasanya, dalam pemahaman ana, isi dari hadits itu adalah (sekali lagi, diluar dari budaya imsak di Indonesia) ada kebaikan tersendiri ketika kita menghentikan makan beberapa saat sebelum adzan Subuh, karena ini juga mencontoh dari apa yang digambarkan dari hadits tersebut.
      (sekali lagi, yang ana pertanyakan bukanlah kebaikan imsak -karena Rasul tidak pernah melakukannya-, melainkan kebaikan menghentikan makan beberapa saat sebelum adzan Subuh
      Maka ana kurang setuju dengan pernyataan antum tentang

      “Upaya kehati-hatian seharusnya dibimbing oleh Sunnah Nabi, bukan suatu hal yang diada-adakan dan tidak pernah beliau contohkan.”

      Ya, ana setuju bahwa imsak adalah hal yang tidak pernah ada dalam masa kerasulan, penetapan makruh/haram makan setelah imsak adalah hal yang baru dalam agama (bid’ah). Namun, ana kurang setuju bahwa upaya kehati-hatian dalam mengakhirkan makan sahur dikatakan sebagai hal yang diada-adakan karena Rasul SAW. sendiri memberikan jarak antara makan sahur dengan adzan Subuh (seperti hadits diatas)

      Apakah pemahaman ini kurang tepat?

      Bagaimana menurut pendapat antum?

      @ Wallaahu ‘alam, yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah : waktu dari mulai menyantap makanan (sahur) sampai adzan, bukan jarak dari menghentikan makan-minum sampai adzan.

      Kami katakan, syah-syah saja kalau seseorang mau menghentikan makan dan minum sebelum azan, apakah karena dia kenyang atau alasan lainnya. Akan tetapi yang salah besar kalau imsak ini dijadikan tanda haramnya makan dan minum dan mengharuskan orang lain untuk menaatinya, sehingga tersebarkan keyakinan rusak bahwa orang yang makan pada waktu imsak (padahal belum azan) maka puasanya batal. Kalau sekedar ingin berjaga-jaga, maka seseorang bisa tetap makan pada waktu imsak dan segera berhenti kurang lebih satu menit -misalnya- sebelum azan subuh.

      varisphere

      August 13, 2010 at 05:42

      • hehe. afwan ustad, ana salah mengintepretasikan hadits..
        sebelumnya, karena penasaran, setelah beberapa kali googlewalking akhirnya ana menemukan intepretasi hadits yang lebih tepat..
        sayangnya, pertanyaan yang sudah disubmit disini tak bisa ditarik lagi ^^;

        wallahu ‘alam, ana sudah terpuaskan dengan jawaban antum..

        jazakallah khair…

        varisphere

        August 17, 2010 at 04:40

  5. bsmillah..ijin share d fb ya…jazaakumullahu khoyr..

    @ Tafaddholu, Baarokallaahu fiikum..

    Asy-Syifaa' al-manadiyyah

    August 10, 2010 at 20:58

  6. Hi,
    nice blog u have there :)
    we enjoy reading your blog.
    keep posting friend.

    etouchindonesia

    August 6, 2010 at 11:54

  7. […] This post was mentioned on Twitter by ummu hasan, dr. Abu Hana. dr. Abu Hana said: ADAKAH JADWAL IMSAKIYAH DALAM ISLAM ? : Inilah 4 Dampak Negatif Akibat Seruan Imsak (Batas Akhir Makan Sahur): DAM… http://bit.ly/axRGFY […]


Bagaimana menurut Anda?