طبيب الطب النبوي Dokter Pengobatan Nabawi

Islam, Hukum, Sholat, Tatacara

KUPAS TUNTAS POLIGAMI (Maksud Adil, Izin istri pertama,dll)

with 9 comments


Catatan ringan tentang POLIGAMI

Penulis: Ummu Salamah As Salafiyyah

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا (3)

3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265], Maka (kawinilah) seorang saja [266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An Nisa’ : 4)

[265] berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam memenuhi isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

APAKAH DISUNNAHKAN POLIGAMI DALAM ISLAM ?

Poligami ini disunnahkan bila seorang laki-laki dapat berbuat adil di antara istri-istrinya berdasarkan firman Allah Ta’ala:

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

“Namun bila kalian khawatir tidak dapat berbuat adil maka nikahilah satu wanita saja” (QS. An Nisa: 3)

Dan juga bila ia merasa dirinya aman dari terfitnah dengan mereka dan aman dari menyia-nyiakan hak Allah dengan sebab mereka, aman pula dari terlalaikan melakukan ibadah kepada Allah karena mereka. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya istri-istri dan anak-anak kalian adalah musuh bagi kalian maka berhati-hatilah dari mereka”. (QS. At Taghabun: 14)

Di samping itu ia memandang dirinya mampu untuk menjaga kehormatan mereka dan melindungi mereka hingga mereka tidak ditimpa kerusakan, karena Allah tidak menyukai kerusakan. Ia mampu pula menafkahi mereka. Allah Ta’ala berfirman:

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Hendaklah mereka yang belum mampu untuk menikah menjaga kehormatan dirinya hingga Allah mencukupkan mereka dengan keutamaan dari-Nya” . (QS. An Nur:33)

(Dinukil dari “Fiqh Ta’addud Az Zawjaat”, hal. 5)

Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i pernah ditanya tentang hukum poligami, apakah sunnah? beliau menjawab: “Bukan sunnah, akan tetapi hukumnya jaiz (boleh)”.

SEBUAH PETIKAN TENTANG KEADILAN SALAF

Ibnu Abi Syaibah Rahimahullah berkata dalam “Al Mushannaf” (4/387): Telah menceritakan kepada kami Abu Dawud Ath Thayalisi dari Harun bin Ibrahim is berkata: Aku mendengar Muhammad berkata terhadap seseorang yang memiliki dua istri: “Dibenci ia berwudlu hanya di rumah salah seorang istrinya sementara di rumah istri yang lain ia tidak pernah melakukannya”. (Atsar ini shahih)

Selanjutnya beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Mughirah dari Abi Muasyir dari Ibrahim tentang seseorang yang mengumpulkan beberapa istri : “Mereka menyamakan di antara istri-istrinya sampaipun sisa gandum dan makanan yang tidak dapat lagi ditakar/ditimbang (karena sedikitnya) maka mereka tetap membaginya tangan pertangan”. (Atsar ini shahih dan Abu Muasyir adalah Ziyad bin Kulaib, seorang yang tsiqah)

– PERINGATAN

Di antara manusia ada yang tergesa-gesa dan bersegera melakukan poligami tanpa pertimbangan dan pemikiran, sehingga ia menghancurkan kebahagiaan keluarganya dan memutus ikatan tali (pernikahannya) dan menjadi seperti orang yang dikatakan oleh seorang A’rabi (dalam bait syairnya):

Aku menikahi dua wanita karena kebodohanku yang sangat
Dengan apa yang justru mendatangkan sengsara
Tadinya aku berkata, ku kan menjadi seekor domba jantan di antara keduanya
Merasakan kenikmatan di antara dua biri-biri betina pilihan
Namun kenyataannya, aku laksana seekor biri-biri betina yang berputar di pagi dan sore hari diantara dua serigala

Membuat ridla istri yang satu ternyata mengobarkan amarah istri yang lain
Hingga aku tak pernah selamat dari satu diantara dua kemurkaan
Aku terperosok ke dalam kehidupan nan penuh kemudlaratan
Demikianlah mudlarat yang ditimbulkan di antara dua madu

Malam ini untuk istri yang satu, malam berikutnya untuk istri yang lain, selalu sarat dengan cercaan dalam dua malam
Maka bila engkau suka untuk tetap mulia dari kebaikan
yang memenuhi kedua tanganmu hiduplah membujang
namun bila kau tak mampu, cukup satu wanita, hingga mencukupimu dari beroleh kejelekan dua madu

Bait syairnya yang dikatakan A’rabi ini tidak benar secara mutlak, tetapi barangsiapa yang takalluf (memberat-beratkan dirinya) melakukan poligami tanpa disertai kemampuan memberikan nafkah, pendidikan dan penjagaan yang baik, maka dimungkinkan akan menimpanya apa yang dikisahkan oleh A’rabi itu yaitu berupa kesulitan dan kepayahan.

Wallahu A’lam (sumber dari kitab : Al Intishar lihuhuqil Mu’minat. Karya : Ummu Salamah As Salafiyyah Hal. 154 -. Penerbit darul Atsar Yaman Cet. I Th. 2002. Telah diterjemahkan dengan judul buku : Persembahan untukmu Duhai Muslimah Cet. Pustaka Al Haura’ Yogyakarta)

http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=476

Fatwa seputar Poligami

Penulis: Al-Lajnah Ad-Daimah lil Ifta

– PERTANYAAN : Apakah benar bahwa menikah lebih dari satu (poligami) tidak disyariatkan kecuali bagi orang yang di bawah tanggung jawabannya terdapat anak yatim dan ia khawatir tidak bisa berlaku adil …

Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz ditanya:

Sebagian orang berkata bahwa menikahi lebih dari satu istri tidak disyariatkan kecuali bagi orang yang memegang tanggung jawab atas anak-anak yatim perempuan dengan berdalil firman Allah Ta’ala :

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. ” (An-Nisaa’: 3)

Kami mengharap dari Fadhilatusy Syaikh penjelasan yang sebenarnya dari permasalahan tersebut.

JAWABAN :

Ini pendapat yang batil (salah).
Makna ayat yang mulia tersebut adalah, bila di bawah pemeliharaan salah seorang dari kalian terdapat seorang perempuan yatim, lalu ia khawatir jika menikahinya tidak bisa memberikan mahar yang sebanding, maka hendaknya ia mencari (wanita) yang lain. Karena sesungguhnya wanita itu banyak dan Allah tidak menjadikannya sempit (terbatas).

Ayat tersebut menunjukkan disyariatkannya menikahi wanita dengan jumlah dua, tiga, atau empat karena hal tersebut lebih sempurna di dalam memelihara (bagi suami), baik terhadap syahwat maupun pandangan matanya.
Juga karena hal tersebut merupakan sebab memperbanyak keturunan, menjaga kehormatan wanita, berbuat baik kepada mereka, dan memberikan nafkah kepada mereka.

Tidak diragukan lagi bahwa wanita yang memiliki hak setengah dari suami (karena suami memiliki dua istri), atau sepertiga atau seperempat (karena ada 3 atau 4 istri), itu lebih baik daripada wanita yang tidak memiliki suami. Akan tetapi dengan syarat harus ada keadilan dan kemampuan.

Bagi yang khawatir tidak bisa berbuat adil, maka mencukupkan diri dengan satu istri bersama dengan yang dimiliki berupa budak perempuan. Ini semua ditunjukkan dan ditegaskan dengan perbuatan Nabi dimana beliau ketika meninggal dunia masih memiliki 9 istri, sementara Allah Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (Al-Ahzab: 21(

Namun beliau telah menjelaskan kepada umatnya bahwa tidak boleh bagi seorang pun dari umatnya dalam satu waktu memiliki lebih dari 4 istri.
Disimpulkan dari hal tersebut bahwa meniru Nabi di sini dengan cara menikahi empat istri atau kurang dari itu. Adapun lebih dari itu maka merupakan kekhususan bagi Nabi Shalallahu’alaihi wassallam.
(Lihat Fatawa Mar’ah 2/61. )

PERTANYAAN : Apakah Surat An-Nisaa’ ayat 129 telah menghapus hukum Surat An-Nisaa’ ayat 3 (Tentang keharusan berbuat Adil) ?

Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya:

Di dalam Al-Quran terdapat ayat tentang poligami yang menyebutkan:   فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (An-Nisaa’: 3)

Juga firman Allah dalam ayat lain:   وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. ” (An-Nisaa’: 129)

Pada ayat pertama disyaratkan untuk adil di dalam hal menikah lebih dari satu istri dan pada ayat kedua dijelaskan bahwa syarat untuk berbuat adil itu tidak akan mungkin dilakukan. Maka apakah ayat kedua itu menghapus hukum dari ayat pertama yang berarti tidaklah pernikahan itu melainkan hanya dengan satu istri karena syarat adil tidak mungkin bisa dilakukan?

Berilah kami pengetahuan, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

JAWABAN :

Tidak ada pertentangan di dalam dua ayat tersebut dan tidak pula ada penghapusan hukum oleh salah satu dari kedua ayat tersebut terhadap yang lainnya.

Perbuatan adil yang diperintahkan adalah yang sesuai kemampuan, yaitu adil di dalam pembagian waktu bermalam dan pemberian nafkah.

Sedangkan adil dalam masalah cinta dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti perbuatan intim dan sejenisnya, maka hal ini tidak ada kemampuan. Permasalahan tersebut yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta’ala :  وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.” (An-Nisaa’: 129)

Oleh karena itu telah kuat riwayat hadits dari Nabi pada riwayat Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata:

“Beliau biasa membagi hak diantara istri-istrinya lalu beliau berdoa: ‘Ya Allah, inilah usahaku membagi terhadap apa yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku terhadap apa yang Engkau mampu sedangkan aku tidak mampu. ” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi, An-Nasal, dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan- AlHakim)

PERTANYAAN : Apakah disyaratkan adanya ridha istri pertama di dalam berpoligami ?

Al-Lajnah Ad-Daimah lil Ifta ditanya:

Tidak diragukan lagi bahwa Islam membolehkan adanya poligami, maka apakah diharuskan bagi suami untuk meminta keridhaan istri pertama sebelum menikahi istri kedua?

JAWABAN :

Tidak wajib bagi suami bila ingin menikah dengan istri kedua harus ada keridhaan istri pertama.

Akan tetapi termasuk dari akhlak yang baik dan pergaulan yang harmonis untuk menjadikan senang hati istri pertama dengan cara meringankan baginya hal-hal yang bisa menyakitkan, yang ini termasuk dari tabiat wanita dalam permasalahan poligami.
Caranya yaitu dengan wajah yang berseri-seri, ucapan yang manis, dan dengan hal-hal yang bisa memudahkan keadaan, seperti pemberian sejumlah barang untuk mendapatkan ridhanya. (Majalah Al Buhuts Al Islamiyyah 2/67)

(Sumber : Fatwa-Fatwa Ulama Ahlus Sunnah seputar Pernikahan. Penerbit Qaulan Karima Purwakerta. Terjemah kitab : Fatawa Al Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah. Bab Nikah Wathalaq. Penterjemah : Abu Abdirrahman Muhammad bin Munir. Cet. I Okt. 2005)

http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=477


Written by أبو هـنـاء ألفردان |dr.Abu Hana

October 20, 2009 at 10:08

9 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. ayo poligami,,,,dan kita akan tau seberapa adilkah kita,,,

    elmarqy

    July 7, 2013 at 01:01

  2. pahamilah ayat tentan gpoligami secara benar, gunakan hati yang bersih, bukan landasan cinta dan nafsu, keridhoan adalah yang dituju, buat apa menikmati tapi disisi lain ada yang tersakiti, bangun jiwa istri dan anak menjadi pribadi sempurna, baru mencari yang lainnya, dakwah bukan hanya melalui nikah, membantu juga bukan melalui nikah banyak jalur lainnya.

    aba haydar

    March 4, 2013 at 21:30

  3. Adil itu tidak mudah, saya 14 tahun dipoligami, adil itu bagai maimpi. Ketika menjadi istri ke 2 saya hanya mendapat 2malam dlm sepekan, dan ketika menjadi istri pertama naik sih menjadi 3mlm dalam sepekan. Suaminya itu2 itu, dan sayalah yg selaludikorbankan. Gak beda, jadi madu dan dimadu, dua2nya PAHIT….

    nisa karimah

    November 11, 2012 at 05:02

  4. Banyak kebaikan dlm polygamy dan tidak ada keburukan dalam menjalankannya, selalu dikatakan persoalannya adalah keadilan, keadilan itu relatif, contohnya A memperoleh penghasilan sebulan 1 juta, sedangkankan B 10 juta, rezeki itu Allah yg menentukan, apakah Allah tidak adil ? bagi A itu adil krn dia mensyukurinya, dan mungkin bagi B tidak adil krn dia melihat teman sekantornya bisa mendapat 15 juta sebulan, jadi para istri syukurilah apa yg diberikan oleh suamimu, tidak ada persoalannya rasa adil jika kita mensyukurinya. Para istri merasa suaminya telah membagi cinta, ingat…istri atau suami adalah mahluk..cintailah sewajarnya, cinta kita mutlak hanya pada Sang Pencipta. Polygamy adalah salah satu karunia Tuhan yg diberikan Allah pada umat islam, pada zaman modern saat ini seluruh bentuk pemerintahan adalah demokrasi yg ditentukan oleh mayoritas, jika seorang laki-laki berpoligamy maka dia dapat membentuk keluarga besar sehingga pada saatnya umat Islam menjadi mayoritas yg akan menentukan jalannya pemerintahan. Oleh karena itu para lelaki yg memiliki kemampuan nikahilah janda-janda atau gadis-gadis yg melajang karena banyak kebaikan dlm polygamy dan tidak ada keburukan dlm menjalankannya.

    Fredy

    August 8, 2012 at 08:13

  5. polygami adalah halal, sesuatu yg halal tdk boleh dilarang2, sepanjang sang suami sdh siap untuk berpolygami. shngga tdk ada kesan iri dengki thd orang yg mampu berpolygami. brpa banyak orang yg monogami tp rmh tangganya trnyta berantakan, naudzubillah.

    bas

    February 23, 2012 at 14:02

  6. […] (baca lebih lanjut di sini) Rate this: Bagikan :ShareEmailPrintFacebookTwitterLike this:SukaBe the first to like this post. […]

  7. […] Lebih gamblang, seorang mufassir ulung, Syaikh Asy-Syinqithiy -rahimahullah- berkata dalam Adhwa’ Al-Bayan (1/375) ketika menafsirkan ayat di atas, “Keadilan ini yang disebutkan oleh Allah disini bahwa ia tak mampu dilakukan adalah keadilan dalan cinta, dan kecenderungan secara tabi’at, karena hal itu bukan di bawah kemampaun manusia. Lain halnya dengan keadilan dalam hak-hak yang syar’iy, maka sesuangguhnya itu mampu dilakukan”. https://kaahil.wordpress.com/2009/10/20/kupas-tuntas-poligami-maksud-adil-izin-istri-pertamadll/ […]

  8. saya setuju kita tidak boleh menentang poligami. tapi perlu diketahui, poligami adl Tidak mudah. Allah pun berkata Lebih baik satu,,cuma yg saya sesalkan dr kaum laki2 adl…mengenai sunnah yang “enak” langsung berani mengambil tindakan sehingga berani menggadaikan ketinggian islam,,seperti menikah, poligami, dll…tp mengenai sunnah Rasulullah SAW yg lebih penting, misalnya Tidak mengganggu istri sedang tidur, tidak berlaku kasar terhadap istri, jarang atau bahkan tidak dilaksanakan…saya tidak melarang dan membenci pria dan wanita yg melakukan poligami,,tp yg saya larang adl jangan asal mendahulukan sunnah yg tidak dianjurkan drpd dianjurkan….

    Hamba Allah...

    April 6, 2011 at 11:56

  9. semoga bukan hanya prestice tetapi ada pembinaan bagi yang mengamalkan sehingga kesan negatip pelaku poligami akan terhapuskan. x v
    Saya berharap bagi yang miring faham dengan poligami agar bertaubat karena akan berakibat pada KEKAFIRAN dan bagaimana mungkin anda akan bicara tentang poligami kalo belum pernah mengamalkan POLIGAMI….
    bagaimana anda akan tahu bahwa anda bisa adil atau tidak jika belum mengamalkan POLIGAMI, anda akan tahu bahwa anda tidak bisa adil setelah mengamalkan poligami…
    semoga Allah memberi hidayah atau bahkan peringatan kepada yang miring dengan syari’atnya dengan adzab yang keras…

    @ Poligami bukanlah suatu paksaan, kalo memang tidak mampu maka silahkan mundur dengan terhormat..
    dan bagi yang memiliki kesiapan yang matang dan telah mempunyai kemampuan (dengan segala kekurangannya), selayaknya kita salut dengan mereka.. bukannya mencela/memandang sebelah mata. sedangkan bagi yang berbuat serampangan maka nasehat kebaikan sangat diperlukan oleh mereka, sebagaimana orang yang monogami kan juga tidak akan bisa terlepas dari suatu permasalahan atau bahkan ketidakadilan rumahtangga.
    sunnah yang mulia ini tidak akan terhapus sampai hari kiamat..

    Ahmad

    October 26, 2009 at 20:26


Bagaimana menurut Anda?