طبيب الطب النبوي Dokter Pengobatan Nabawi

Islam, Hukum, Sholat, Tatacara

NASYID ADALAH WARISAN BID’AH KAUM SUFI : Menyerupai Musik “Acappella” dan Paduan Suaranya Kaum Nashrani

with 7 comments


Nasyid Berasal Dari Agama Bid’ah Sufiyah, Menyerupai Paduan Suara Kaum Nashrani

Oleh Asy Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan

Prof. Dr Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah (seorang ulama besar terkemuka, anggota Majelis Kibarul Ulama, juga anggota Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) berkata:

“Perkara yang pantas mendapatkan peringatan adalah apa yang beredar di kalangan para pemuda yang agamis berupa kaset-kaset rekaman nasyid yang didendangkan secara bersama-sama, satu suara, yang mereka istilahkan Al-Anasyid Al-Islamiyyah (nasyid-nasyid Islami). Padahal sungguh ini merupakan satu jenis nyanyian. Bahkan terkadang nasyid itu didendangkan dengan suara yang membuat fitnah. Nasyid ini dijual di toko-toko bersama dengan kaset rekaman Al-Qur`anul Karim dan muhadharah diniyyah (ceramah agama).

Penamaan nasyid ini dengan nasyid Islami adalah penamaan yang salah. Karena Islam tidak pernah mensyariatkan nasyid kepada kita, namun yang disyariatkan adalah dzikrullah, membaca Al-Qur`an dan mempelajari ilmu yang bermanfaat. Adapun nasyid, maka ia berasal dari agama bid’ah sufiyyah, yang mereka menjadikan agama mereka sebagai permainan dan sesuatu yang sia-sia. Menjadikan nasyid sebagai bagian dari agama merupakan perbuatan tasyabbuh (penyerupaan) dengan Nasrani, yang menjadikan agama mereka sebagai nyanyian secara berkelompok (paduan suara) dan senandung-senandung yang merdu.

Maka wajib memperingatkan (kaum muslimin) dari nasyid-nasyid ini, dan wajib melarang penjualan dan pendistribusiannya. Ditambah lagi keberadaan nasyid ini terkadang berisi senandung yang membakar dan mengobarkan api fitnah dibarengi dengan semangat yang ngawur, juga mengakibatkan ditaburkannya benih perselisihan di kalangan muslimin.

Terkadang orang yang melariskan nasyid-nasyid ini berdalil dengan perbuatan para shahabat yang mengucapkan syair-syair di sisi Nabi Shallallahu’alaihi wasallam dan beliau mendengarkan dan menetapkannya. Maka dijawab bahwa syair-syair yang diucapkan di sisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tidaklah disenandungkan dengan satu suara secara bersama-sama seperti bentuk nyanyian. Juga, hal tersebut tidak dinamakan nasyid Islami, tapi hanyalah syair-syair Arab yang berisi hikmah, permisalan, gambaran keberanian dan kedermawanan. Para shahabat pun mendendangkannya sendiri-sendiri karena dalam syair itu ada makna-makna yang telah kita sebutkan. Mereka mengucapkan sebagian syair ketika sedang melakukan pekerjaan yang melelahkan seperti membangun bangunan dan berjalan di malam hari saat safar. Ini menunjukkan bahwa dibolehkannya jenis nasyid yang demikian hanya dalam keadaan-keadaan yang khusus, bukan untuk dijadikan sebagai satu bidang/ bagian dari tarbiyah dan dakwah sebagaimana kenyataan yang ada sekarang.” (Al-Khuthab Al-Minbariyyah, 3/184-185, sebagaimana dinukil dari catatan kaki Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘an As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah, hal. 21)

[Dimuat di majalah Asy Syariah, Judul Asli Dosa Ikhwanul Muslimin Terhadap Umat Ini, Penulis Al Ustadz Abu Ishaq Muslim Al Atsari -asysyariah.com-]

SUMBER : http://sunniy.wordpress.com/2009/12/30/nasyid-berasal-dari-agama-bid%E2%80%99ah-sufiyah-menyerupai-paduan-suara-kaum-nashrani/

* * *

Nasyid-Nasyid Islami Merupakan Agama Warisan Kaum Sufiyah

Oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin

Syaikh yang mulia Muhammad ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah (Anggota Dewan Majelis Kibarul Ulama Kerajaan Saudi Arabia) berkata: “Nasyid Islami (yang digandrungi orang-orang saat ini) adalah nasyid bid’ah. Hal ini menyerupai apa yang diada-adakan kalangan sufi. Oleh karena itu, sepantasnya (seseorang) berpaling dari nasyid tersebut kepada nasehat-nasehat yang datang dari Al-Kitab dan As-Sunnah, kecuali di medan-medan peperangan yang dibutuhkan penyemangat untuk maju ke garis terdepan atau ketika berjihad di jalan Allah Subhanahu wata’ala, maka hal ini tentunya baik. Dan apabila nasyid tersebut diiringi dengan duff (rebana), tentunya lebih jauh lagi dari kebenaran.” (Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘an As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah, hal. 21-22)

Beliau Rahimahullah juga berkata: “Adapun hukum nasyid, kami memandang (agar) tidak diamalkan dan tidak didengarkan, karena:

1. Melalaikan manusia dari (mendengar dan membaca, –pen.) Al-Qur`an dan mengambil nasehat darinya [1]. Dalam kesempatan yang lain beliau berkata: “Memalingkan hati manusia dari Al-Qur`an dan As-Sunnah yang dari keduanya diperoleh nasehat yang hakiki, sehingga nasyid tidak sepantasnya dijadikan sebagai nasehat oleh seseorang.”

2. Menyerupai lagu-lagu dan nyanyian secara sempurna, sebagaimana disampaikan kepadaku bahwasanya sekarang nasyid telah digubah menjadi senandung lagu dan nyanyian.

3. Manusia dibuat terlena dan mabuk kepayang dengannya. Sebagaimana mereka juga dibuat seakan-akan beribadah, kembali dan tunduk (kepada Allah Ta’ala) dengan nasyid tersebut. Dan demikianlah yang sering kita dapati dari nasyid tersebut. Oleh karena itu, kami memandang agar manusia tidak mendengarkannya dan tidak menjadikannya sebagai suatu kesenangan. Akan tetapi, jika suatu saat mereka merasakan lemah jiwanya dan ingin mendengarkannya (untuk menghibur diri dan menguatkannya), maka tidak mengapa dengan syarat nasyid tersebut tidak diiringi alat-alat musik. Dan dalam kesempatan yang lain beliau menyatakan: “…Tidak disenandungkan sebagaimana lagu dan nyayian ataupun menggunakan alat-alat musik, karena yang demikian diharamkan.”

4. Nasyid merupakan agama warisan kaum sufiyah. Karena merekalah yang mengumpulkan dzikir-dzikir mereka semisal nasyid-nasyid ini.

(Bayanul Mufid fi Hukmit Tamtsil wal Anasyid hal. 10 dan 12, dinukil dari kitab Fatawa ‘Ulamal Islam Al-Amjad fi Hukmit Tamtsil wal Insyad hal. 15-16)

[Dimuat di majalah Asy Syariah, Judul Asli Dosa Ikhwanul Muslimin Terhadap Umat Ini, Penulis Al Ustadz Abu Ishaq Muslim Al Atsari -asysyariah.com-]

____________
Footnote:

[1] Dengan alasan ini juga Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah mengingkari nasyid tersebut, ditambah keberadaannya tidak didapatkan dari pendahulu kita yang shalih dari kalangan shahabat nabi, tabi’in dan atba’u tabi’in. (Hadzihi Da’watuna Wa ‘Aqidatuna hal. 62-63)

SUMBER :  http://sunniy.wordpress.com/2009/12/30/nasyid-nasyid-islami-merupakan-agama-warisan-kaum-sufiyah/

* * *

Written by أبو هـنـاء ألفردان |dr.Abu Hana

March 15, 2010 at 02:26

7 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. abang yang mengaku ingin mencontoh Rasulullah kok kayak gitu? jauh kali dengan akhlaq Rasulullah. enak aja mengatakan orang yang gak ada jenggot bencong. apa itu yang aban pelajari dari sikap Rasul? saya kira tidak kan? ingatlah bang, tulisan yang abang buat di blog ini di baca oleh orang di seluruh dunia, bahkan bukan cuma orang Islam, siapkah abang bertanggung jawab seandainya ada orang non Muslim yang melihat tulisan abang lalu menganggap bahwa sikap yang abang tunjukkan adalah sikap Rasulullah? sehingga membuat mereka semakin membenci Islam? tunjukkanlah bahwa da’wah Rasulullah itu da’wah yang santun. afwan..

    jameela

    September 16, 2012 at 16:15

  2. Dari Aisyah ra. bahwa ia mengantar pengantin perempuan ke tempat pengantin laki-laki dari kalangan Anshar. Nabi saw. berkata kepadanya, “wahai Aisyah, mereka tidak menyertakan hiburan? orang-orang Anshar itu menyukai hiburan.” (HR. Bukhori)

    Ibnu Abbas ra. berkata bahwa ketika Aisyah menikahkan kerabat dekatnya dengan seorang Anhar, Rasulullah saw. datang dan bertanya, “kalian akan menghadiahkan gadis itu?” “ya,” jawab mereka. Beliau lalu berkata, “apakah kalian juga menyertakan orang yang akan menyanyi?” “tidak,” jawab Aisyah. Lantas Rasulullah saw. bersabda, “sungguh orang orang Anshar itu romantis. karenanya, alangkah baiknya jika kalian sertakan juga orang yg bertutur, ‘kami datang pada kalian/kami datang pada kalian/ sejahterakanlah kami/sejahterakanlah kami.” (HR. Ibnu Majah)

    Dari Aisyah ra., ia berkata bahwa Abu Bakar ra. masuk ke rumahnya pada suatu hari Mina, sedang saat itu di sampingnya ada dua gadis yg tengah bernyanyi dan memukul rebana, sementara Nabi saw. berada di situ dengan menutupi wajahnya dengan pakaiaanya. serta merta Abu Bakar mengusir kedua gadis itu. mendengar itu, Nabi saw. membuka tutup wajahnya dan berkata, “biarkanlah mereka wahai Abu Bakar, saat ini adalah hari raya.” (Muttafaqun ‘alaih)

    Imam Al Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin dan As-Sima menunjukkan kebolehan atau toleransi dalam hal nyanyian.

    Bukankah hal tersebut menunjukkan bahwa nyanyian tidak haram?
    Serigkali nyanyian disertai dengan sikap berlebih lebihan, minuman keras, dan begadang yg diharamkan. inilah yg menyebabkan kebanyakan ulama mengharamkannya. jadi saya tidak setuju dengan saudara mengatakan bahwa Nasyid adalah warisan Bid’ah kaum sufi.

    agung

    May 4, 2012 at 08:29

  3. “Adik tdk ada jenggotnya? Kayak bencong dong.”

    Bang jenggot ku ga mau tumbuh….. Aku banci dong? hiks.

    Ikutan doooong....

    October 13, 2010 at 15:51

  4. walah2………. ko jd gtu ….
    bukannya saling ngingetin,, e.. malah jd berantem otot..
    ktanya pingin saling amar ma’ruf nahi munkar.. ko jadinya……..
    (wa jadilhum billati hia akhsan)………….
    pebedaan & perdebatan bukan untuk saling menghina & menjatuhkan…
    pantes da ilmuan yg mengatakan bhineka tunggal ika,, & konsep ihtilafil a’imah rahmatan lil’alamiin, ntu cuma sebatas semboyan belaka,, indonesia paling mudah untk diadu domba,, & di buat ribut,, cz yang mengingatkan & diingatkan sama2 ga mw ingat ,, & lupa kontrol & tujuan awal…. (amr ma’ruf nahi munkar)

    @ weleh-weleh emang gtu kok..
    Maaf ya kang, argumen/hujjah tanpa dalil adalah tertolak..
    Baca dulu link ini, jika anda masih berdalih perselisihan ummatku adalah rahmah

    Apakah semua pendapat apapun teranggap tidak ada yang salah? Lalu dimana kebenaran yang hakiki? ckckck…

    Baarokallaahu fiikum..

    abu

    August 10, 2010 at 14:51

  5. assalamu’alaykum

    yg harus ditanamkan dalam hati adalah keyakinan bahwa suatu hal itu benar jikalau ada nash yg jelas
    perkara belum bisa mengamalkan, hendaknya minimalnya diyakinkan dulu dalam hati

    ana jg termasuk yg baru2 meninggalkan musik,
    tapi jauh sebelum itupun, ana tau klo hukumnya haram

    so, buat para ABG (Anak Baru Ghirah), hendaknya tanamkan dulu keyakinan
    sembari berdoa supaya diberi kekuatan untuk mengamalkannya (dalam hal ini meninggalkannya)
    insya Allah bisa berhasil

    wallahu’alam

    @ Wa’alaikumussalaam Warohmatullaahi Wabarokaatuh.
    Ahsanta, Baarokallaahu fiikum.

    Abu Fariz

    March 24, 2010 at 13:32

  6. Ass..akhi. tidak sepantasnya memvonis perjuangan dakwah saudara kita dgn bernasyid itu salah atau bid’ah. karena dari banyak niatan saudara2 kita jg ada yg dalam rangka berdakwah dan ikhlas utk menyampaikan Tuntunan Al-quran dan As-sunnah, klo boleh jujur ane dulu pernah berjuang dgn langkah spt itu. Insya Allah tdk ada yang menyimpang dari Akidah..justru semangat saya dalam berSalaf muncul dari situ. Al-Quran melarang kita mendendangkan nyanyian atau syair 2 itu tergantung dari Substansi (isinya) dan niatan yang menyanyikan, klo semua diniatkan karena dijalan Allah SWT, saya rasa tdk ada yang salah. kalaupun ada yang salah, tidak seharusnya dgn menghujat saudara kita..sebaiknya kita bantu dalam meluruskan niatan dan cara mereka. klo antum masih terlalu memusuhi trhadap perjuangan dakwah saudara kita yang lain…maka ini pintu kemenangan bagi musuh2 islam.
    Jujur..ane sejalan dengan Ustdz. Ja’far Umar Thalib..bahwasannya Ukhuwah Imaniyah ini tdk akan tercapai sepanjang kita selalu bersifat isti’jal (tergesa2) utk mengatakan saudara muslim kita yg lain Ahlul Bid;ah. karena itu sama saja menabuh genderang perang sesama muslim.
    sepatutnya Apabila Kita mempunyai tuntunan Akidah yang sama Yaitu Al-quran dan As-sunnah, walaupun berbeda pandangan dalam penerapan assunnah dgn mereka, kita harus saling menghormati dan menjaga lisan kita.
    sepanjang masih dalam satu akidah , walaupun dgn penafsiran Assunnah yang berbeda (yg penting shahih) maka tidak sepantasnya kita menilai ibadah seseorang melalui lisan atau idealisme kita..karena yang pantas menilai ketakwaan seseorang hanyalah Allah SWT.
    ..saran saya akhi tetap merujuk terhadap sifat dan cara Rasulullah dalam berdakwah dalam Sirah Nabawiyah.
    Jazk

    @ Wa’alaikumussalaam Warohmatullaahi Wabarokaatuh
    1. Jazaakallaahu khairan atas kunjungannya, sebelumnya silahkan dibaca : Hukum menyingkat salam dengan Ass…

    2. Kami tidak memvonis, hanya menukilkan penjelasan para ‘ulama mengenai “nasyid” yang ada sekarang didasarkan pada dalil-dalil yang kuat dari Al-Qur’an dan Sunnah, jikalah antum tidak setuju maka silahkan bawakan dan tampilkan hujjah berupa dalil dan perkataan ‘ulama yang membolehkannya..bukan berdasarkan pendapat pribadi atau perasaan, seperti ucapan antum diatas:

    klo semua diniatkan karena dijalan Allah SWT, saya rasa tdk ada yang salah.

    3. Akhi yang ana hormati, syarat Ibadah ada 2 : Niat yang ikhlas dan caranya juga harus mencontoh Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam.. Niat saja tidak cukup sebagaimana contoh : orang yang mencuri karena diniatkan ikhlas untuk membangun mesjid, Naudzubillah.. Niatnya ikhlas, caranya..?

    4. ..”klo antum masih terlalu memusuhi trhadap perjuangan dakwah saudara kita yang lain…maka ini pintu kemenangan bagi musuh2 islam..”
    siapa yang memusuhi, bukankah dalam Islam ada “Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, kebenaran haruslah ditegakkan akhi walaupun pahit dan semua orang membencinya.. justeru kita menyayangi mereka, karena jikalah salahseorang tergelincir kepada kesalahan maka saudara muslim yang lain harus mengingatkannya agar sadar dan kembali..
    Kalau kita membiarkan ketergelinciran tersebut dan tidak mau mengingatkan karena “tidak enak, nanti marah, nati menjauh…dll bukannya justeru membiarkan mereka ke lembah kenistaan? dalam keadaan mereka merasa benar dengan amalannya..apakah seperti ini yang disebut “mencintai sesama muslim” tidakkah terbalik?

    5. Untuk Ustdz Ja’far, silahkan baca dulu http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=664
    Kita tidaklah mengambil ucapan seseorang jika tanpa dalil atau malah pendapatnya bertentangan dengan dalil yang shahih..

    Hamba Allah

    March 19, 2010 at 13:34

  7. Dan kalian masih berani-beraninya mengaku sebagai calon pemimpin dunia…

    O..ho…ho… Apa jadinya dunia jika kalian yang menguasainya? Rahmat??..Jauuuuuuh………
    Eh, mungkin akan jadi seperti Afghanistan versi gerombolan bar-bar Taliban? Atau Hijaz versi kaum badui gendut?

    Semoga ini tidak terjadi di Indonesiaku yang indah dan beragam…

    Gamelan akan dilarang (menurutmu karena apa dulunya pulau jawa bisa di-Islamisasi? Yang jelas bukan karena fatwa baduimu itu!). Sunan Kalijaga tukang bid’ah? Pasti? Masuk neraka? Pasti jenggot lu?!

    He3x…sana, hidup jauh2 di tengah padang pasir saja!

    @ He..he..he..
    lam kenal adik manis, kenalan dulu donk nama adik siapa..? Kenalin, Abang yg berjenggot lebat karena ingin mencontoh Rosulullah.. Adik tdk ada jenggotnya? Kayak bencong dong..he..he..

    adik manis baru belajar ngoceh ya di blognya Abang? Oeek.. Oeek..oeek..

    Fanatic

    March 15, 2010 at 06:55


Bagaimana menurut Anda?