طبيب الطب النبوي Dokter Pengobatan Nabawi

Islam, Hukum, Sholat, Tatacara

Posts Tagged ‘menyerupai laki-laki

Hukum Berpenampilan dan Berperilaku BANCI, BENCONG, WARIA, GAY, LESBI dan TRANSGENDER

with one comment


Hukum Berpenampilan dan Berperilaku seperti Lawan Jenis

Penulis : Al Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al Atsariyyah

Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجاَلِ بِالنِّساَءِ، وَالْمُتَشَبِّهاَتِ مِنَ النِّساَءِ بِالرِّجاَلِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 5885, 6834)

Ath-Thabari rahimahullah memaknai sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas dengan ucapan: “Tidak boleh laki-laki menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan yang khusus bagi wanita. Dan tidak boleh pula sebaliknya (wanita menyerupai laki-laki).” Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menambahkan: “Demikian pula meniru cara bicara dan berjalan. Adapun dalam penampilan/ bentuk pakaian maka ini berbeda-beda dengan adanya perbedaan adat kebiasaan pada setiap negeri. Karena terkadang suatu kaum tidak membedakan model pakaian laki-laki dengan model pakaian wanita (sama saja), akan tetapi untuk wanita ditambah dengan hijab. Pencelaan terhadap laki-laki atau wanita yang menyerupai lawan jenisnya dalam berbicara dan berjalan ini, khusus bagi yang sengaja. Sementara bila hal itu merupakan asal penciptaannya maka ia diperintahkan untuk memaksa dirinya agar meninggalkan hal tersebut secara berangsur-angsur. Bila hal ini tidak ia lakukan bahkan ia terus tasyabbuh dengan lawan jenis, maka ia masuk dalam celaan, terlebih lagi bila tampak pada dirinya perkara yang menunjukkan ia ridla dengan keadaannya yang demikian.” Al-Hafidz rahimahullah mengomentari pendapat Al-Imam An-Nawawi rahimahullah yang menyatakan mukhannats yang memang tabiat/ asal penciptaannya demikian, maka celaan tidak ditujukan terhadapnya, maka kata Al-Hafidz rahimahullah, hal ini ditujukan kepada mukhannats yang tidak mampu lagi meninggalkan sikap kewanita-wanitaannya dalam berjalan dan berbicara setelah ia berusaha menyembuhkan kelainannya tersebut dan berupaya meninggalkannya. Namun bila memungkinkan baginya untuk meninggalkan sifat tersebut walaupun secara berangsur-angsur, tapi ia memang enggan untuk meninggalkannya tanpa ada udzur, maka ia terkena celaan.” (Fathul Bari, 10/345)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah memang menyatakan: “Ulama berkata, mukhannats itu ada dua macam.

Pertama: hal itu memang sifat asal/ pembawaannya bukan ia bersengaja lagi memberat-beratkan dirinya untuk bertabiat dengan tabiat wanita, bersengaja memakai pakaian wanita, berbicara seperti wanita serta melakukan gerak-gerik wanita. Namun hal itu merupakan pembawaannya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menciptakannya seperti itu. Mukhannats yang seperti ini tidaklah dicela dan dicerca bahkan tidak ada dosa serta hukuman baginya karena ia diberi udzur disebabkan hal itu bukan kesengajaannya. Karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada awalnya tidak mengingkari masuknya mukhannats menemui para wanita dan tidak pula mengingkari sifatnya yang memang asal penciptaan/ pembawaannya demikian. Yang beliau ingkari setelah itu hanyalah karena mukhannats ini ternyata mengetahui sifat-sifat wanita (gambaran lekuk-lekuk tubuh wanita) dan beliau tidak mengingkari sifat pembawaannya serta keberadaannya sebagai mukhannats. Read the rest of this entry »

Written by أبو هـنـاء ألفردان |dr.Abu Hana

March 2, 2010 at 00:05